BANGGA SUKA DESA

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Seraya mengucapkan selamat tahun baru Hijriah, selamat kepada Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden dengan seluruh jajaran Kabinet barunya. Kita berharap semua Menteri yang mempunyai track records luar bisa segera bekerja cerdas dan keras memberdayakan anak bangsa secara menyeluruh dan membangun bangsa dengan kecepatan tinggi. Lari, kata Presiden, karena sebagian besar rakyat Indonesia yang tinggal di desa sangat mengharapkan untuk dikunjungi, didengar aspirasinya dan dikembangkan pembangunan keluarganya agar segera sejajar dengan keluarga lain yang telah mengenyam hasil dari jerih payah pembangunan bangsanya.

 Rakyat berharap pemimpin dan jajaran pembantu Presiden bersifat terbuka, mendengar dan mengikut sertakan rakyat, lembaga sosial masyarakat dan para cendekiawan, mulai dari perencanaan program sampai akhirnya dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, utamanya di desa dan di daerah-daerah yang selama ini tertinggal. Keikutsertaan masyarakat dan keluarga di desa sangat penting agar semua kekuatan rakyat banyak dapat disertakan dan disinergykan memperkuat dan memperluas jangkauan yang dapat dicapai upaya pembangunan. Ukuran keberhasilan pembangunan bukan lagi banyaknya proyek besar dan mewah, tetapi adalah bahwa setiap manusia dan keluarga Indonesia dapat menikmati keikut sertaan dalam pembangunan dan merasakan hasil pembangunan itu untuk keluarganya. Artinya, pembangunan dinilai berhasil apabila partisipasi, cakupan dan hasil pembangunan itu dapat menjangkau dan dinikmati oleh setiap keluarga Indonesia. Sebanyak mungkin keluarga Indonesia ikut serta bekerja cerdas, keras dan sungguh-sungguh melaksanakan pembangunan bersama pemerintah dan akhirnya menikmati hasilnya dengan rasa syukur. 

 Secara khusus pembangunan di masa depan perlu diarahkan ke pedesaan, membangun keluarga di pedesaan makin sejajar dan sama bahagianya dengan banyak keluarga di perkotaan yang lebih dulu makmur. Bangga Suka Desa, artinya membangun keluarga agar bisa berada dalam suasana kota tetapi tetap bahagia dan sejahtera di desanya. Dalam bidang kesehatan, ukurannya bukan banyaknya, lengkapnya, atau indahnya sebuah Puskesmas atau rumah sakit, tetapi bahwa setiap keluarga, utamanya keluarga kurang mampu, memiliki akses yang mudah dan murah terhadap pelayanan kesehatan dan KB. Pelayanan rumah sakit yang gratis tidak ada artinya kalau tidak ada dokternya, tidak ada obatnya, tidak ada tempat tidurnya, atau dikatakan tempat tidur gratisnya udah habis dan kalau mau dilayani ada kamar yang harus bayar. Akal-akalan atau “penipuan” seperti itu merupakan “upaya modern” yang membuat keluarga miskin tidak boleh sakit, atau kalau sakit harus berakhir dengan kematian atau minimal bertambah miskin karena sisa-sisa hartanya terpaksa dijual. 

 Keluarga miskin harus mampu dan bisa menyekolahkan anak-anaknya dengan mudah, di sekolah yang letaknya dekat tempat tinggalnya, bukan sekolah gratis yang jarak dari rumahnya lehih sepuluh kilometer. Sekolah gratis tetapi jauh letaknya sama saja dengan melarang anak keluarga miskin bersekolah dan akan tetap bertahan miskin dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sekolah-sekolah unggul hampir tidak mungkin dijangkau oleh anak keluarga miskin dari desa di dekatnya karena syarat untuk masuknya sulit dan hanya bisa dipenuhi oleh anak keluarga kaya yang nilai rapornya bagus karena kelengkapan buku dan alat belajarnya memadai. 

 Anak keluarga miskin tidak boleh menjadi penonton teman-temannya anak keluarga kaya bersekolah. Sesama anak-anak kaya atau miskin, harus mendapat kesempatan untuk bersekolah agar terjamin masa depannya yang lebih baik dan sejahtera. Begitu juga dalam bidang pekerjaaan dan wirausaha, pimpinan dan petugas bank tidak boleh hanya memberikan pinjaman kredit kepada keluarga yang mampu menyediakan agunan saja. Harus dicari cara yang jitu agar keluarga miskin yang mau dan tekun berusaha memperoleh pendampingan untuk berusaha dan akses pinjaman bank dengan kemudahan yang memadai. Petugas dan pimpinan bank perlu berfikir positif bahwa keluarga miskin, dengan pelatihan ketrampilan, pendampingan, bisa menjadi nasabah yang baik dan tertip membayar cicilan dan bunga pinjamannya.

 Keluarga miskin yang jumlahnya jutaan, ingin dan mau berusaha tetapi satu sen pun tidak bisa mengakses kredit. Keluarga miskin tidak memiliki pengalaman dan belum pernah berusaha, tidak mengetahui cara pemasaran yang baik dan belum mahir mengundang pembeli. Oleh karena itu, Yayasan Damandiri,  bersama Bank-bank mitra kerjanya, dengan koperasi, dan lembaga keuangan lainnya, memancing bank-bank untuk mengembangkan Skim Tabungan dan Kredit yang disebut Tabur Puja. Skim ini memberi kesempatan kepada keluarga miskin bergandeng tangan dengan keluarga yang lebih mampu untuk saling tanggung renteng, menabung dan mengambil kredit tanpa agunan. Dengan kredit tersebut setiap keluarga bisa memulai usaha mikro dengan tenang dan belajar menjual hasil karyanya.

 Mulai minggu lalu, di Bogor, bersama mahasiswa dari IPB Bogor, mulai dikembangkan Pasar Tugu, pasar dadakan setiap hari Sabtu dan Minggu (Tugu), diisi oleh kelompok-kelompok Posdaya yang mempunyai usaha ekonomi mikro untuk bersama-sama menggelar dagangannya dengan mengundang para pembeli yang libur berbelanja dengan “harga pabrik” yang murah dan meriah. Ada beberapa bimbingan yang dianjurkan untuk pengembangan Pasar Tugu tersebut, pertama para Pembina, mahasiswa atau ketua Posdaya, perlu meneliti kebutuhan keluarga yang akan berbelanja. Melalui hasil penelitian itu para Pembina memperkuat infrastrutur dan tehnologi tepat guna untuk diperbantukan kepada keluarga Posdaya yang bergerak dalam usaha bersama. Dengan tehnik sederhana dibantu pemasaran atau promosi yang gencar agar produk yang diarahkan sesuai “kebutuhan pasar”, dicintai dan dibeli oleh keluarga yang sengaja didatangkan ke Pasar Tugu. Cara mendatangkan pembeli bermacam-macam, ada Senam Keluarga Indonesia bersama, ada penyajian kesenian, ada piknik bersama dan lainnya. Pada waktu menjual produk yang sesuai kebutuhan, dipromosikan produk lain yang mudah dibuat oleh kelompok Posdaya. Promosi itu sifatnya mengembangkan “permintaan baru” untuk Pasar Tugu berikutnya. Minggu depan Pasar Tugu itu akan digelar di Semarang, Yogya dan daerah lainnya bersamaan waktunya dengan pemberian hadiah lomba Posdaya di daerah-daerah.

 Sejalan dengan pengembangan Pasar Tugu itu, setiap keluarga dianjurkan membuka warung di rumah masing-masing. Pembukaan itu sebagai “pengumuman” bahwa keluarga miskin telah berubah menjadi “pengusaha warung”. Biarpun pada awalnya masih sepi pembeli, keluarga yang bersangkutan dianjurkan membuka warungnya dengan rajin agar akhirnya dikenal oleh tetangganya. Di masa depan, bekerja sama dengan Bulog, yang baru saja ditanda tangani MOUnya di Universitas Trilogi, warung-warung itu menjadi embryo dari jaringan semut yang akan menjual kebutuhan pokok dengan harga yang memadai. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Damandiri, www.haryono.com).