GOTONG ROYONG MEMPERLANCAR PENYEBARAN

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Kegiatan penyegaran budaya gotong royong yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Posdaya melalui pembentukan, pembinaan dan pengisian Posdaya di lebih dari 250 kabupaten/kota di seluruh Indonesia ternyata membawa dampak diluar dugaan. Para dosen yang menguasi banyak teori ekonomi, pertanian, perindustrian dan perdagangan, dihadapkan pada kenyataan lapangan yang lebih rumit. Akibatnya mereka dengan sabar melirik kearifan lokal dan menggelar kerjasama yang akrab. Di Bandung Barat misalnya, mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang sebagian besar disiapkan menjadi guru sekolah menengah atas dan perguruan tinggi, menghadapi masyarakat desa dengan tuntutan yang spontan dan praktis. Dalam kegiatan KKN, keluarga desa menginginkan contoh di bidang pertanian, industri dan jasa yang spontan agar kehidupannya bertambah sejahtera. Teori-teori pengembangan inovasi dan penerapannya tidak laku jual tanpa contoh yang konkrit.

 Secara kebetulan, Lembaga Penelitian Seameo Biotrop di Bogor, yang dipimpin oleh Bapak Dr. Bambang Purwantara, mampu menyediakan bibit pisang Cavendish siap tanam. Dengan spontan mahasiswa UPI yang sedang mengadakan KKN, bersama Ketua Posdaya di Lembang, Ibu Nani Yuningsih, dan jajaran PWRI di Bandung Barat, menjadi perantara untuk “mengajar” di lapangan dan menyerahkan bibit itu kepada keluarga miskin di wilayahnya. Keluarga miskin diajari menanam pisang agar kalau ada keluarga kaya mau bikin kebun pisang, keluarga yang sudah berlatih bisa menjadi petani yang mengerjakannya dengan baik dan benar. Untuk itu keluarga miskin segera belajar dengan baik bagaimana menanam, memelihara dan memisahkan anak pisang dari induknya. 

 Kombinasi keahlian itu dibantu oleh adanya seorang praktisi pertanian di lapangan yang mahir melakukan penanaman jeruk, menyilang dan akhirnya mengkombinasikan jenis jeruk yang satu dengan yang lain. Jenius lapangan itu langsung kita nobatkan sebagai seorang “professor” karena kemahiran dan kecepatan tangan dan instuisinya yang luar biasa. Dengan mudah sang professor mampu memberikan petunjuk tentang cara menanam pisang dan bagaimana dalam waktu singkat, setelah pisang tumbuh sekitar dua bulan, pisang itu beranak. Sang professor, Pak Ace Saepudin, memberi petunjuk bagaimana memisahkan anak pisang dengan baik dari induknya. 

 Melalui penanaman bibit pisang yang baik, dalam dua bulan, sebuah bibit pisang dari laboratorium Seamoe Biotrop bisa “beranak” dua, tiga atau lima pohon. Dengan pemisahan yang baik anak itu dapat ditanam di tempat lain dan tumbuh dengan baik. Apabila anak pisang tersebut “tidak luka” atau “tidak infeksi”, maka anak itu tidak akan mati. Lebih dari itu, keluarga miskin yang semula mendapat bantuan bibit pisang, dengan wajah ceria bisa berganti menjadi “pemain pembangunan” yang baik hati. Keluarga miskin membantu keluarga miskin lain berupa anak pisang yang semula ditanamnya. Dia tidak dapat menanam di halamannya lagi karena lahannya yang sempit. Tetapi kegotong royongan yang mulai tertanam berhasil membuat keluarga miskin bisa berbagi dengan penuh kebanggaan kepada tetangganya.

 Peristiwa lain terjadi dalam kalangan gerakan pemberdayaan keluarga di Karawang, juga di Jawa Barat. Pak Dr. Jan yang sedang rehat Sabtu, minggu lalu melaporkan bahwa sekitar 30 Posdaya di Karawang mengadakan “gathering”, Rakor, yang asyik dan menarik sambil tukar menukar pengalaman. Rakor itu dihadiri oleh Prof. Dr. H. M. Wahyudin Zarkasyi, CPA, Rektor UNSIKA yang memberikan semangat kepada para dosen, mahasiswa dan utamanya mengejutkan para pimpinan Posdaya yang merasa mendapat kehormatan “Rakor”-nya dihadiri Rektor perguruan tinggi. Rakor itu sekaligus merupakan networking setelah para mahasiswa menyelesaikan KKN tematik Posdaya dengan berhasil.

 Melihat pengalaman KKN itu, Rektor UNSIKA yang dinamis, langsung memerintahkan untuk menghentikan konsumsi buah impor dan seluruh staf hanya mengkonsumsi buah, sayuran dan snack produk-produk yang berasal dari hasil olahan keluarga desa yang tergabung dalam Posdaya. Ada seorang tokoh petani desa, Mang Ajut namanya, Koordinator Posdaya Ciwulan, mitra UNSIKA, secara konsisten mengembangkan sayuran organik melalui hidroponik. Bersama LPPM dari UNSIKA mengajak seluruh Posdaya di Karawang memasok sayuran organik melalui Mall dan warung-warung sayuran yang ada. Seperti juga “Professor Ace Saepudin” di Bandung Barat, Mang Ajut juga telah diajak “masuk kampus” menjadi “dosen luar biasa” UNSIKA. “Professor Ajut” mengajari mahasiswa berpikir kreatif membangun jaringan sayuran organik untuk disebar kepada seluruh Posdaya yang ada di sekitarnya.

 Biarpun dalam skala yang masih kecil, UNSIKA dan Posdaya di sekitar telah mampu memasok bibit sayur dan sayur organik kepada mereka yang membutuhkan. Kalau makin banyak anggota Posdaya terlibat dalam kegiatan ini, tidak mustahil Karawang bisa menjadi pemasok bibit sayur dan sayur organik kepada jaringan yang lebih luas. Kesehatan keluarga yang memanfaatkannya akan bertambah baik dan usia harapan hidupnya juga bertambah panjang dan barokah.

 Menurut Dr. Jan yang hadir pada Rakor yang inovatif itu, di Karawang ada juga Posdaya Al Barokah yang mengembangkan mineral blok penggemukan domba. Akibatnya anggota dari Posdaya lain berbondong-bondong belajar dan mengambil manfaat dari penemuan kearifan lokal di Posdaya Al Barokah tersebut. Kegotong royongan yang berkembang telah membawa berkah yang menghasilkan pengembangan keluarga yang bahagia dan sejahtera.

 Melihat perkembangan itu, Dr M Rizal Taufirohman, Ketua LPPM yang baru dari Universitas Trilogi di Jakarta, tergerak hatinya dan bertekad mengembangkan Posdaya di lingkar kampus Trilogi di Jakarta. Secara spontan niat itu segera mendapat tanggapan dari Camat dan beberapa lurah di sekitarnya. Bahkan karena mendapat dorongan dan informasi dari Camat, Walikota Jakarta Selatan mulai tertarik untuk mengembangkan limbah dari ratusan sapi yang dimiliki penduduk di beberapa kampung di Jakarta Selatan. Limbah itu, kalau dikelola dengan baik bisa menghasilkan gas atau tenaga yang tidak ada habisnya. Sisanya bisa diolah menjadi pupuk yang apabila dipergunakan dengan baik bisa menyuburkan tanaman di sekitarnya.

 Para mahasiswa juga bisa membantu membangun kandang dengan lingkungan yang ramah agar peternakan sapi menghasilkan susu yang dikemas dengan tehnik pasteurisasi yang higyenis untuk meningkatkan nilai jualnya. Pengemasan itu akan meningkatkan mutu susunya. Peningkatan pemeliharaan lingkungan dan penggunaan limbah bisa dijadikan bahan baku untuk proses produksi berikutnya. Pembangunan ekonomi biru yang menghasilkan produk dengan harga jual tinggi, memberi nilai tambah yang memadai dan tidak meninggalkan limbah.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Damandiri,www.haryono.com).