MEMBANGUN BUDAYA PEDULI SETIAP HARI

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono


 

Pada awal tahun baru 2015 yang penuh berkah ini kita patut merenung apa yang sudah kita lakukan selama tahun yang baru berakhir. Renungan itu tidak perlu dikaitkan dengan jabatan atau kekuasaan yang sedang diamanatkan kepada kita, tetapi lebih pada perbuatan pribadi sekecil apapun yang telah dilakukan bagi sesama anak bangsa. Perbuatan sekecil apapun sungguh akan memberi makna yang luar biasa kepada sesama yang tidak menyangka bahwa perbuatan itu keluar dari hati nurani tanpa pamrih. Kemuliaan biasanya akan datang dan diluar dugaan balasan dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa sungguh akan berlipat ganda.

 Dalam kesempatan yang berbahagia pada awal tahun baru ini, saya mohon ijin kepada penulis cerita untuk mengutip balada yang ditulisnya dan masuk hp saya akhir tahun lalu. Asal cerita dan penulisnya tidak saya ketahui. Begitu juga siapa yang mempunyai hak siar, namun saya ingin berbagi cerita yang sangat menyentuh itu sebagai renungan pada awal tahun. Judulnya sederhana “Balada Angkot”. Isi pesan singkat itu sebagai berikut : “Pagi-pagi sopir angkot saling menyalib untuk berebut penumpang. Ada pemandangan menarik, di depan angkot yang kutumpangi terlihat ada ibu dengan tiga orang anak kecil berdiri di tepi jalan.

 Setiap ada angkot yang berhenti dihadapannya, dari tempat terlihat si ibu bicara kepada supir angkot, lalu angkot itu melaju kembali. Kejadian ini terulang berkali-kali. Akhirnya aku ingin tahu. Ketika angkot yang berhenti lagi aku mendekat dan melihat ibu itu bertanya: “Dik, lewat Terminal Bus ya?” Sopir menjawab :”Ya Bu”. Si Ibu tidak segera naik, dan berkata lirih: “Tapi saya bertiga anak-anak tidak punya ongkos.” Sambil tersenyum, Sopir itu mejawab: “Tidak apa apa Bu, naik saja!” Si Ibu tampak ragu-ragu, Soupir mengulangi perkataannya: “Ayo bu naik saja, tidak apa apa…. !”

 Aku terpesona dengan kebaikan Sopir itu, disaat angkot lain berlomba mencari penumpang dan uang, si Sopir ini merelakan empat kursi penumpangnya untuk si Ibu dan anaknya GRATIS ! Sampai di Terminal Bis, empat penumpang gratisan ini turun sambil mengucapkan terima kasih atas kebaikan Sopir angkot itu. Di belakang Ibu itu ada seorang penumpang lain turun juga sambil membayar uang Rp. 25.000,-. Ketika Sopir akan memberi uang kembalian, pria tersebut bilang uang itu untuk dirinya dan empat penumpang yang gratisan tadi. “Teruslah jadi orang baik ya.” berkata pria itu sambil tersenyum kepada supir angkot yang muda itu.”

 Seorang Ibu yang jujur, seorang Sopir yang baik hati dan seorang penumpang yang dermawan. Mereka saling mendukung dalam kebaikan. Adakah kita salah satu dari ketiga itu? Suatu tantangan yang makin langka di bumi Pancasila dewasa ini. Disinilah moral cerita yang ditulis oleh pengirim pesan singkat itu. “Tidak ada kebaikan sekecil apapun kecuali kita sendiri yang mengecilkan arti kebaikan teersebut. Tetaplah tulus dalam memberi karena kita tidak tahu seberapa dampak pemberian tersebut bagi orang lain bahkan bagi kita sendiri. Saat memberi kepada orang lain, sebenarnya kita sedang memberi kepada diri sendiri.”

 Cerita itu ingin saya padukan dengan peristiwa yang terjadi beberapa bulan yang lalu. Pada suatu pertemuan yang tidak disangka di Tegal, seorang tamu, Bapak Tabrani, yang tidak saya kenal sebelumnya, setelah mendengar saya ingin mengajak semua kalangan peduli terhadap keluarga miskin, mendekat dan berkata lirih. Dirinya banyak mengembangkan rumput laut di lahan payau yang biasanya tidak dipergunakan. Lahan payau adalah tempat bertemuanya air sungai yang mengalir ke laut dan air laut yang meluber ke darat. Lahan itu airnyua payau dan tidak subur untuk tanaman biasa. Rumput laut jenis Glasilaria Sp bisa tumbuh dalam air payau dengan tingkat keasaman tertentu. 

 Bantuan yang ingin diberikannya adalah bibit rumput laut jenis Glasilaria. Secara spontan tawaran itu saya terima. Diluar dugaan dijanjikannya bantuan bibit 1000 ton tanpa bayar yang bisa diserahkan kepada keluarga pra sejahtera anggota Posdaya di pinggir pantai untuk ditanam di tanah payau yang memenuhi syarat. Melalui bantuan itu, yang diberikan tanpa imbalan, banyak keluarga pra sejahtera yang miskin dan tidak memiliki pekerjaan yang memadai, bisa menjaga dan memelihara rumput laut tumbuh subur di tanah payau yang memenuhi syarat. Setiap panen, keluarga miskin pengelola ladang rumput laut itu berubah menjadi “donatur” yang menyumbang kepada anggota Posdaya lain yang masih miskin. Bahkan beberapa petani rumput laut yang semula miskin itu bisa menyumbang bibit rumput laut kepada keluarga miskin yang berasal dari kabupaten lainnya. Alhamdulillah! (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri, www.haryono.com).