KOWANI PEDULI BONUS DEMOGRAFI

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Bonus Demografi yang secara umum disalah artikan baru akan terjadi pada tahun 2020 atau tahun 2030, sesungguhnya bagi Indonesia sudah masuk dalam Era Bonus itu sejak tahun 1990-an. Kalau dilihat pada tingkat Provinsi, daerah-daerah seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Riau, karena keberhasilan program KB, Kesehatan, pembangunan ekonomi, tersedianya fasilitas pendidikan tinggi, sudah terlebih dulu memasuki Era Bonus Demografi. Kejadian masuknya beberapa daerah itu tidak hanya karena alasan natural, tetapi dipengaruhi adanya perpindahan penduduk muda di bawah usia 60 tahun dari daerah lain karena tertarik kemajuan ekonomi dan adanya fasilitas pendidikan tinggi atau alasan lainnya. Ciri utama suatu daerah telah memasuki fase Bonus Demografi adalah adanya angka ketergantungan dibawah 50 per 100 penduduk, artinya 100 penduduk yang bekerja menanggung tidak lebih dari 50 anak-anak di bawah usia 15 tahun serta lansia di atas usia 60 tahun. Phenomena ini menarik Ketua KOWANI yang mempunyai 86 organisasi perempuan yang bernaung dibawahnya. Organisasi yang dipimpin oleh Ibu Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M. Pd. tertarik melibatkan anggotanya ikut peduli dan memberikan kontribusi terhadap implikasi ledakan anak muda itu.

Umumnya suatu Era Bonus Demografi berlangsung selama 20 – 30 tahun, yaitu suatu periode dimana mulai memasuki angka 50 menurun terus sampai batas tertentu dan pada akhir masa bonus naik kembali keatas angka 50. Artinya pada periode dimana setiap 100 penduduk yang bekerja menanggung lebih dari 50 penduduk yang tidak bekerja karena masih anak-anak, belajar atau sudah tidak bekerja karena dianggap berusia lanjut di atas 60 tahun. Karena umumnya susunan umur penduduk itu seperti piramida, maka kalau program KB dan kesehatan berhasil, bagian besar penduduk anak-anak akan mengecil. Dengan keberhasilan bidang kesehatan, penduduk yang besar dari bagian piramida itu tidak meninggal dunia dan menjadi muda di atas usia 15 tahun dalam jumlah yang besar. Sementara penduduk usia di atas 60 tahun belum terlalu membengkak jumlahnya. Dengan demikian, penduduk usia 15 sampai 60 tahun sebagai penduduk usia produktif akan menjadi bagian yang terbesar dalam struktur penduduk suatu daerah atau suatu negara.

Dalam suatu negara yang daerahnya memiliki ciri-ciri kependudukan hampir seragam, masuknya negara itu dalam suatu Era Bonus Demografi bisa terjadi serentak, artinya setiap daerah mengalami ledakan penduduk usia produktif 15-60 tahun pada saat yang bersamaan. Tetapi negara dengan kondisi kependudukan yang berbeda-beda seperti Indonesia, setiap daerah mempunyai ciri kependudukan yang berbeda-beda, maka datangnya periode atau Era Bonus Demografi juga tidak dalam waktu yang bersamaan. Lebih-lebih, di negara berkembang seperti Indonesia, ciri kependudukannya berubah cepat karena ada rekayasa yang sangat intens guna merubah ciri kependudukannya dengan cepat. Rekayasa itu utamanya dalam bidang kesehatan dan KB yang memungkinkan tingkat kematian anak usia di bawah 15 tahun dan angka kelahiran menurun tajam. Karena rekayasa pembangunan itu berhasil, angka kelahiran dan angka kematian menurun tajam. Penurunan angka kematian anak dan angka kelahiran itu menyebabkan jumlah dan proporsi penduduk di bawah usia 15 tahun mengecil secara drastis. Sebaliknya jumlah dan proporsi penduduk usia 15 – 60 tahun berlipat dengan sangat tinggi karena penduduk berusaia dibawah 15 tahun yang semula besar jumlahnya menjadi penduduk di atas usia 15 tahun dalam keadaan tetap sehat.

Disamping itu, bertambahnya penduduk usia produktif bisa karena daya tarik kemajuan fasilitas pendidikan atau fasilitas lain serta kemajuan bidang ekonomi. Karena adanya fasilitas pendidikan, maka penduduk usia di atas 15 tahun dari daerah dengan fasilitas kurang memadai akan berbondong datang melanjutkan pendidikan tinggi. Perpindahan itu biasanya terjadi untuk pendidikan tinggi bukan pendidikan rendah yang biasanya diselesaikan di daerah di tempat tinggal orang tuanya. Daya tarik usaha bisnis juga akan sangat menyerap tenaga muda untuk datang mengadu untung. Suasana yang kondusif bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi tenaga muda untuk mengadu nasib.

Dalam keadaan seperti itu, Indonesia dengan provinsi, kabupaten/kota yang berbeda-beda, masuknya atau belum masuknya suatu daerah dalam Era Bonus Demografi juga dipengaruhi oleh dua gelombang tersebut. Dalam hal ini DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sulut, dan provinsi Riau serta beberapa provinsi lain sama-sama masuk dalam Era Bomus di tahun 1990-an melalui sinergi berbagai alasan utama tersebut, termasuk kemajuan program Kesehatan, KB, fasilitas pendidikan yang maju atau alasan kemajuan ekonomi daerahnya. Provinsi yang bisa memanfaatkan limpahan penduduk produktif itu bisa menjadi sangat maju karena setiap insan penduduk muda yang melimpah itu mendapatkan pemberdayaan dan ditampung dalam kegiatan ekonomi yang maju. Atau anak-anak muda memasuki lembaga pendidikan tinggi dan merangsang berkembangnya kegiatan ekonomi untuk melayani kegiatan mahasiswa tersebut.

Sebagian besar dari bonus demografi itu tinggal di desa, di kampung di daerah perkotaan dan telah bergabung dalam 45.000 forum Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) yang dibentuk melalui KKN tematik Posdaya oleh 350 Perguruan Tinggi dan 250 Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia. Karena lebih separo dari ledakan Bonus Demografi itu kaum perempuan, maka seluruh organisasi perempuan yang bernaung di bawah KOWANI merasa memiliki kewajiban moral untuk terjun dan menjadi Ibu Angkat dari Posdaya, membangun kegiatan gotong royong dan melakukan pemberdayaan sesuai dengan visi dan misi setiap organisasi yang bernaung. Intinya adalah pemberdayaan dalam bidang agama, cinta kasih sesama tetangga, perlindungan kepada keluarga yang lemah, kesehatan dan KB, pendidikan agar tidak ada anak keluarga prasejahtera satupun yang tidak mengenyam pendidikan, mengadakan kursus ketrampilan untuk siap kerja, mengajak keluarga prasejahtera bekerja atau berusaha serta mengembangkan lingkungan yang kondusif serta bermanfaat buat setiap keluarga prasejahtera.

Dalam konteks lainnya, tanpa adanya rekayasa melalui pertolongan, sampai tahun 2050 nanti, masih ada provinsi-provinsi yang karena infrastrukturnya lemah, penduduk usia muda yang ada dan sudah dewasa terpaksa meninggalkan daerahnya belajar atau bekerja. Karena itu provinsi itu tetap sangat muda atau sangat tua, penduduk di bawah usia 15 tahun tetap tinggi dan penduduk di atas usia 60 tahun juga tinggi dibandingkan dengan penduduk usia 15 – 60 tahun. Di daerah-daerah seperti ini anggota KOWANI yang bekerja dalam bidang kesehatan harus peka dan bisa memberikan bantuan untuk membantu agar penduduk muda tetap sehat dan melaju ke usia berikutnya dalam keadaan sehat dan dinamis. Selanjutnya anggota KOWANI yang bekerja dalam bidang pendidikan dan ketrampilan bisa terjun memberikan bekal ketrampilan yang pesertanya langsung ditampung dalam kerja agar penduduk produktif tidak pindah ke daerah lainnya. Kalau perlu, biarpun harus nombok, anggota KOWANI mendirikan perguruan tinggi dengan fasilitas memadai bagi anak-anak keluarga prasejahtera agar tidak saja lulus perguruan tinggi, tetapi siap kerja di daerah guna menggali sumber daya lokal yang melimpah. Dua peran rekayasa itulah kiranya KOWANI tampil membantu anak bangsa perempuan berkembang mandiri dan sejahtera. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri, www.haryono.com).