MEMBANGUN DENGAN HATI

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Sebagai bekal awal tahun, ada baiknya kita lihat beberapa contoh yang menarik betapa para pemimpin yang mengembangkan manajemen pembangunan yang memperhatikan kepentingan rakyat, sekaligus menempatkan rakyat banyak sebagai mitranya, menghasilkan produk pembangunan partisipatif yang tinggi. Produk kerja pembangunan partisipatif itu menghasilkan cakupan keluarga prasejahtera, keluarga miskin dan disabilitas yang lebih banyak. Biarpun partisipasi itu tidak terlalu menonjol dan tidak secara drastis menolong menyelesaikan masalah, tetapi karena manajemen dilakukan dengan hati, dengan kasih sayang, dan ditampung dalam rangkuman koordiansi yang akrab, maka secara tapak demi tapak kontribusi partisipatif itu akan menghasilkan keluarga yang lebih sejahtera hampir tanpa bantuan dana dari pemerintah.

 Pada umumnya banyak pemimpin, sebelum terpilih sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota memiliki jaringan pertemanan yang luas dan hampir tidak terbatas. Para ahli pendukung serta sumber dana untuk kepentingan kampanye agar terpilih dalam Pilkada juga melimpah. Tetapi tidak banyak pemimpin yang memelihara pertemanan dan sumber dana itu untuk membantu kiprahnya dalam pemerintahan guna mensukseskan visi dan misinya membangun daerah dan rakyat yang dipimpinnya. Sebagian rekan-rekan Tim Sukses yang diangkat dalam berbagai jabatan membantunya dengan rasa cinta mengembangkan program dan kegiatan pembangunan yang memberi perhatian yang tinggi kepada keluarga tertinggal di daerahnya.

 Sayangnya, selama masa kampanye Pilkada yang lalu, banyak calon selalu berhubungan dengan rekan se-partai atau mitra partai politiknya, jarang berhubungan dengan lembaga sosial kemasyarakatan di sekitarnya. Alasan utamanya lembaga-lembaga itu umumnya non partai atau tidak aktif dalam kegiatan politik, kecuali lembaga sosial yang sengaja dibentuk oleh partai politik tertentu. Akibatnya setiap berganti pejabat, lembaga sosial kemasyarakatan itu hampir tidak mendapat perhatian dari pejabat terpilih karena selama masa kampanye tidak menunjukkan partisipasi memenangkannya dalam Pilkada. Kebiasaan itu tentunya kurang menguntungkan guna menyusun program dan kegiatan yang ditujukan untuk mengangkat keluarga tertinggal, disabilitas atau miskin.

 Dalam kesempatan ini kita ambil dua tokoh pemimpin yang bekerja dengan hati. Tokoh pertama Gubernur Sumatera Barat, Prof. Dr. H. Irwan Prayitno, S.Psi, MSc yang segera setelah diangkat menjadi Gubernur Sumatera Barat membuka diri dan merangkul hampir semua kekuatan pembangunan di daerahnya. Tidak saja lembaga PKK yang memang menjadi bagian yang melekat pada pemerintah daerah pada umumnya, tetapi juga lembaga pensiunan pegawai negeri seperti PWRI dan Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) Sumatera Barat yang berinduk pada Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial (DNIKS) di Jakarta. Kedua lembaga yang dirangkul itu sekaligus di-“kawinkan” dengan mitra kerja lain yang ada di daerahnya antara lain dengan Badan Amil Zakat (BAZ) dan berbagai perusahaaan yang mengeluarkan dana CSR untuk pembangunan.

 Kepada para pensiunan diberikan fasilitasi untuk menghimpun ribuan pensiunan di seluruh Sumbar agar memberikan bantuan pencerahan kepada anak, menantu dan cucu-cunya untuk hidup rukun dan saling membantu di tingkat pedesaan. Biarpun sudah pensiun mereka dihimbau peduli terhadap tiga generasi sehingga tetap diajak bekerja sama dalam membangun di sekitar rumah tempat tinggalnya.

 Kepada LKKS diberikan fasilitasi guna menggerakkan seluruh jajaran LKKS di seluruh Kabupaten/Kota agar ikut membangun pada tingkat Nagari dan Jorong melalui forum Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Gerakan ini bersifat masif biarpun pada tingkat awal mendapat kritik karena disangka seakan menyaingi gerakan PKK yang berinduk pada pemerintah. Tetapi ternyata kedua lembaga sosial itu dibawah pimpinan yang bijaksana dapat bersinergi dengan baik. Hasilnya luar biasa. Posdaya dapat mengembangkan partisipasi pembangunan pada tingkat akar rumput. Kegiatannya tidak saja dalam bidang sosial tetapi juga merambah ke bidang ekonomi dan budaya.

             Kasus kedua adalah Bupati Pacitan, Drs. H. Indartato, MM. Sebelum terpilih menjadi Bupati beliau bukan “orang politik”. Sebelumnya pernah menjadi sopir seorang Bupati, pegawai Pemda dan pernah ditempatkan dari satu dinas ke dinas lainnya, bahkan pernah menjabat sebagai Kepala berbagai Dinas di Kabupaten Pacitan. Beliau seorang yang sangat sederhana tetapi dengan tekun berkenan mendengarkan pendapat dan usulan kalangan lain yang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan. Apabila pendapat dan usulan itu dipandang menguntungkan rakyat, biarpun berupa suatu program yang tidak termasuk dalam rancangan program dan dibiayai oleh APBD, dengan spontan diberikan dukungan yang luas. Bupati dan aparatnya diajak melakukan peninjauan ke lapangan untuk belajar dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa usulan kegiatan itu bisa berhasil dan menguntungkan rakyat banyak.

             Dengan memberikan fasilitas pertemuan di Pendopo resmi beliau berkenan mengundang seluruh SKPD, Camat dan Lurah/Kepala Desa serta kekuatan pembangunan lainnya untuk memprakarsai pembentukan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Melalui komitemen itu dibentuk tidak kurang dari 2050 Posdaya di seluruh Pacitan sehingga sejak awal rakyat merasakan sentuhan Bupati sampai ke tingkat akar rumput. Bupati membentuk Tim resmi untuk memantau Posdaya dan memberi kesempatan Perguruan Tinggi yang ada di Pacitan dan mengundang Universitas Sebelas Maret ikut memberi masukan pada Posdaya yang ada di seluruh desa. Bupati dan aparatnya mengembangkan acara kunjungan secara reguler ke desa dengan judul “Tilik Desa” guna menampung aspirasi dan mencoba sejauh mungkin menyediakan anggaran guna memenuhi aspirasi tersebut dengan baik. Disamping itu, melalui Posdaya Bupati ikut menampung datangnya kegiatan dari berbagai kalangan tanpa merasa bahwa kegiatan yang disumbangkan itu menyaingi kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.

             Berbagai kegiatan bidang kesehatan yang sederhana untuk rakyat seperti pembuatan jamban keluarga diberikan dukungan komitmen yang tinggi biarpun tidak selalu disediakan anggaran dalam APBD tetapi ribuan keluarga desa memperoleh manfaat yang sangat tinggi. Suatu proyek kecil tambak udang dibangun dan ternyata bisa menghasilkan keuntungan bagi rakyat banyak yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Kegiatan ini telah merangsang pihak swasta lainnya untuk melakukan investasi serupa di tempat yang sama dan menyebar ke pantai di sekitarnya. Para keluarga prasejahtera yang ada di desa diajak menanam pisang Cavendish yang dalam waktu singkat menghasilkan buah yang menguntungkan.

             Kedua pemimpin tersebut adalah contoh pemimpin yang dicintai rakyat karena membuka persahabatan dan peluang partisipasi pembangunan. Alhamdulillah keduanya diminta mencalonkan kembali untuk masa jabatan kedua. Dorongan dan kecintaan rakyat itu menghasilkan dukungan yang tinggi sehingga keduanya terpilih kembali. Semoga makin banyak pemimpin pro rakyat, mendorong dan memberikan dukungan program dan kegiatan yang menguntungkan rakyat banyak dan selalu bekerja bersama rakyat secara ikhlas dan memberikan apresiasi secara wajar.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Damandiri).