MENSINERGIKAN UPAYA NASIONAL

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Beberapa tahun lalu, menjelang tanggal 11 Maret yang sangat terkenal itu, ada gerakan sungguh-sunguh untuk mensinergikan upaya pengentasan kemiskinan antara program yang dikelola pemerintah dan ditujukan kepada penduduk di desa tertinggal serta upaya yang dilakukan oleh masyarakat di desa yang dianggap tidak tertinggal. Desa-desa, kabupaten atau provinsi tertinggal, didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai prosentase penduduk miskin yang tinggi dan ditetapkan oleh pemerintah untuk segera ditangani dengan sungguh-sungguh secara terpadu. Upaya terpadu itu diwujudkan melalui ditetapkannya Instruksi untuk menangani desa tertinggal atau instruksi desa tertinggal dengan program IDT. Untuk mensinergikan upaya masyarakat di desa tidak tertinggal, kemudian dikeluarkan Instruksi 11 Maret yang melahirkan program Takesra dan Kukesra untuk keluarga di desa tidak tertinggal.

 Kedua upaya besar itu berjalan beriringan, sehingga keluarga di desa tertinggal dan di desa tidak tertinggal mendapat dukungan yang luar biasa dalam upaya pengentasan kemiskinan.  Hasilnya sangat menggembirakan karena pada tahun 1997 pemerintah, melalui Presiden HM Soeharto, memperoleh penghargaan internasional PBB oleh UNDP karena berhasil mengurangi kemiskinan dari 70 persen di tahun 1970 menjadi sekitar 11 persen di tahun 1996.

 Upaya gerakan pengentasan kemiskinan seperti itu dewasa ini sungguh gegap gempita. Pemerintah dengan dana yang relatif melimpah, melakukan upaya melalui program PNPM Mandiri perkotaan dan pedesaan serta berbagai program lain dalam jaringan yang luas. Program-program kredit KUR atau lainnya juga didorong untuk merangsang tumbuhnya usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah. Disamping itu lembaga dan organisasi masyarakat, biarpun dengan dana yang relatif terbatas, mendorong gerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang berkeadilan dan pro rakyat melalui pembentukan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Perusahaan dan lembaga Keuangan melalui CSR menambah barisan yang membentuk dan mengisi Posdaya atau upaya pengentasan kemiskinan melalui dukungan dana yang tidak kecil. Semuanya bekerja keras berdasarkan Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2010 yang dikeluarkan pada tanggal 21 April 2010.

 Keterpaduan pelaksanaan berbagai program berdasarkan Inpres nomor 3 tahun 2010 yang intinya adalah pengembangan program pembangunan yang berkeadilan, pro rakyat dan diarahkan pada percepatan pencapaian sasaran MDGs itu pada akhir bulan Maret lalu di pamerkan dalam Acara Gemari Show di TVRI nasional secara menakjubkan. Para anggota SIKIB (Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu), yang diwakili oleh Ibu Silvia Agung Laksono, selaku Ketua III, dan dua orang anggota lainnya, Ibu Ina Gufron Mukti  dan Ibu Melly Budiman, ikut menghadiri acara yang menarik tersebut. Disampaikan bahwa SIKIB ikut mendukung upaya pengentasan kemiskinan melalui program Indonesia Sehat, Indonesia Pintar, Indonesia Kreatif, Indonesia Hijau dan Indonesia Peduli. Upaya ini ternyata mampu merangsang keluarga pedesaan mengembangkan gagasan yang mengangkat derajat dan kesejahteraan rakyat banyak.

 Program untuk daerah dengan tingkat kemiskinan sangat tinggi diwakili oleh program PNPM Mandiri Pedesaan dan Perkotaan yang ternyata mampu menolong daerah-daerah itu dengan pengembangan infrastruktur yang memungkinkan rakyat banyak bertambah kreatif dan mampu melaksanakan pembangunan ekonomi yang mendorong rakyat banyak mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan. Ada juga yang maju sekali dan mampu mengekspor hasil produksinya ke manca negara seraya mengangkat keluarga miskin menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera.

 Program yang dilaksanakan oleh masyarakat sendiri dikembangkan umumnya melalui pembentukan Pos pos Pemberdayaan Keluarga di Kota dan di Desa. Di kota Jakarta dinamakan Forum Komunikasi Pemberdayaan Keluarga (Rukodaya). Di pedesaan dinamakan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya). Hampir 90 perguruan tinggi negeri dan swasta dengan puluhan ribu mahasiswa semester 7 dan 8 ikut aktif menjadi penggerak pembentukan Posdaya dan Rukodaya di berbagai desa dan kelurahan. Para anggota IPeKB, yaitu Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana di masa lalu, ikut aktif menjadi tuan rumah di pedesaan dalam proses pengembangan pos pemberdayaan keluarga di pedesaan. Para pimpinan Masjid akhir-akhir ini juga ikut aktif menjadikan Masjid sebagai basis pemberdayaan keluarga yang efektif. Dewasa ini diperkirakan sudah terbentuk sekitar 10.000 – 15.000 Posdaya dan Rukodaya di seluruh Indonesia.

 Sebagian dana awal pembentukan Posdaya dibantu oleh Yayasan Damandiri, yang secara operasional dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri. Perusahaan dan industri memberi bantuan melalui CSR atau kegiatan terpadu yang ada kaitannya dengan perusahaannya. Tidak kurang dari Rp. 8 – Rp. 9 trilliun disediakan dan disalurkan oleh Bank-bank BPD, Bukopin dan BPR melalui sinergi dengan Yayasan Damandiri dalam bentuk Kredit Pundi kepada sekitar 1.000.000 keluarga miskin atau keluarga pra sejahtera untuk usaha ekonomi mikro yang aksesnya kepada Bank disederhanakan dalam Program Financial Inclusion.

 Dalam acara televisi Gerakan Masyarakat Mandiri (Gemari) terlontar kemungkinan berbagai upaya pengentasan kemiskinan yang tujuannya sejalan itu dapat makin dipadukan agar cakupan dan dampaknya bisa menjadi lebih sinergi. Upaya itu bisa mendongkrak lebih banyak jumlah keluarga miskin yang dapat dientaskan dan mencapai sasaran MDGs dengan mulus. Insya Allah bisa terlaksana dan memudahkan terwujudnya program yang makin tepat sasaran dan berhasil. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).