MEMBANGUN GERAKAN MASYARAKAT

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

 

Pada tingkat awal pengenalan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera berjalan lamban dan hanya diikuti oleh lembaga terkait melalui pendekatan yang kaku. Pada pertengahan tahun 1970-an pendektannya diubah dan program ini diantar ke desa kepada tokoh dan lembaga masyarakat yang sepintas tidak ada hubungannya dengan masalah alat KB. Para Kiyai, tokoh ulama dan pemimpin non formal diajak dengan penuh kehormatan tampil menjadi advokator dan motivator mengubah cara pandang masyarakat tentang hakekat keluarga sejahtera. Mereka tidak perlu bicara tentang alat kontrasepsi.

 Dengan gegap gempita masyarakat makin sadar bahwa keluarga yang belum sejahtera bisa diubah secara mandiri tanpa harus menunggu instruksi. Pemerintah memberikan dukungan fasilitasi tehnis berupa tempat pelayanan dan informasi yang jujur tentang berbagai metoda yang bisa dipergunakan untuk melakukan perubahan struktur keluarga yang bahagia. Terciptalah kerjasama dan kemitraan yang akrab antara pemerintah dan masyarakat luas untuk menyesuaikan budaya dan kebiasaan masyarakat tanpa membuat musuh di kalangan pemangku adat dan budaya bangsa. Kerjasama yang erat tercipta antara tokoh-tokoh masyarakat yang didengar dan dianut oleh masyarakat luas dengan petugas tehnis yang menjadi aparat pemerintah.

 Secara bijaksana pemerintah tidak mencaci maki mereka yang terlanjur beranak banyak dengan poster atau billboard besar menyodorkan keluarga yang sengsara atau miskin karena banyak anak, tetapi justru menggelar poster pasangan keluarga sejahtera yang tersenyum manis dengan dua orang anak. Untuk menyampaikan pesan dengan murah, pemerintah menciptakan uang dengan nilai lima rupiah lengkap bergambar keluarga sejahtera. Tanpa keluar uang sepeserpun rakyat mengantongi simbul keluarga sejahtera melalui uang lima rupiah yang pengadaannya dibayar sendiri oleh seluruh penduduk, termasuk penduduk miskin sekalipun. Nyanyian sederhana yang mudah diingat serta yel-yel yang menggelitik diperkenalkan secara luas untuk merangsang penyesuaian budaya dan perubahan sosial yang diperlukan untuk mendukung cita-cita keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Dengan cara demikian simbul-simbul keluarga sejahtera sebagai cita-cita bersama menyebar luas merangsang simpati penuh kasih sayang. Tidak satupun yang tersinggung biarpun mempunyai anak banyak atau pernah berpikir tidak setuju terhadap gagasan membatasi jumlah anak di Indonesia.

 Gagasan pengentasan kemiskinan yang dikembangkan melalui Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2010 sedang disebarluaskan oleh Yayasan Damadiri dengan pendekatan budaya yang penuh sopan santun ke seluruh pelosok tanah air. Dalam Safari maraton tanpa kenal lelah, pengurus Yayasan yang umumnya tidak muda lagi, mengajak seluruh kalangan akademisi di perguruan tinggi mempersiapkan diri menjadi benteng perubahan sosial dengan kemampuan tehnis yang unggul. Mereka dibekali pengertian yang mendalam tentang sasaran dan target MDGs yang harus dicapai pada tahun 2015. Tidak ada satupun dari kalangan perguruan tinggi, mulai dari Rektor, Dekan sampai Pimpinan LPM yang menolak ajakan yang didasarkan pada kaidah ilmiah tersebut.

 Pendekatan juga dilakukan kepada para alim ulama dengan mengembangkan Masjid sebagai pusat pemberdayaan ummat. Pendekatan inipun mendapat sambutan yang gegap gempita karena sejarah masa lalu mengajarkan bahwa Nabi Muhammad saw memulai perjuangan pembangunan ummatnya melalui Masjid. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat untuk menjadi pemimpin kelompok Posdaya di tingkat pedesaan juga mendapat sambutan yang luar biasa. Mereka tidak diajak bersaing terhadap lurah atau Kepala Desa tetapi justru berdampingan dan menjadi penggerak non formal yang cakupannya kecil tetapi dekat dengan masyarakatnya. Mereka menjadi pendamping dan pendukung kelompoknya menyegarkan modal sosial gotong royong yang dewasa ini makin luntur gara-gara kehidupan yang cenderung indiviadualistik.

 Upaya pengentasan kemiskinan yang nampaknya lamban ini dikembangkan bersamaan dengan upaya yang didukung oleh gerakan masyarakat dan upaya pengembangan ekonomi mikro dan kecil melalui dana yang disediakan oleh Bank atau lembaga keuangan. Masyarakat yang tidak pernah mengenal ekonomi modern dengan dukungan bank, bukan disodori peraturan tetapi diperkenalkan kepada bank dengan langkah nyata dalam gerakan menabung dan kredit sederhana dibawah nilai dua juta rupiah. Nama programnya, biarpun sebenarnya singkatan dari Tabungan dan Kredit Pundi Sejahtera, dengan nama “Tabur Puja”, membawa konotasi yang indah dan memberi harapan.

 Dengan segala kerendahan hati diusahakan agar Gubernur, Bupati/Walikota, Camat dan Kepala Desa atau Lurah memberikan komitmen dan fasilitasinya agar upaya yang didukung oleh ribuan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Posdaya ke desa membawa manfaat dalam membentuk Posdaya dan mengisi kegiatan dengan delapan program aksi untuk menyelesaikan sasaran dan target MDGS. Pendekatan budaya Insya Allah membawa hasil yang gemilang. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).