KETERANGAN SINGKAT TENTANG YAYASAN DANA SEJAHTERA MANDIRI

Upaya pembangunan nasional yang berkesinambungan, dari satu tahapan Pelita ke tahapan Pelita berikutnya telah menghasilkan peningkatan kesejahteraan kepada masyarakat luas. Tingkat kemiskinan yang pada tahun 1970-an masih berada pada angka 60 – 70 persen, pada tahun-tahun 1993-1994 telah mencapai angka yang cukup rendah, antara 12 – 13 persen. Pada tahun 1996 angka itu telah mencapai sekitar 11 persen.

Namun pemerintah melihat bahwa pada tahun 1990-an itu penurunan angka kemiskinan itu makin melambat dan kadang-kdang terlihat sangat pelahan atau bahkan mandeg. Untuk itu pemerintah mengambil langkah-langkah konkrit dengan mengadakan pendekatan pemberdayaan langsung kepada sasaran, yaitu keluarga atau penduduk miskin.

Pada tahun 1993-1994 pemerintah secara besar-besaran merancang suatu program untuk menolong pemberdayaan penduduk miskin pada 22.000 desa yang dianggap sebagai desa tertinggal dengan suatu Program Inpres yang disebut dengan nama Program Inpres Desa Tertinggal dan terkenal sebagai Program IDT.

Namun, karena jumlah desa di Indonesia ada sekitar 65.000 desa, maka, jelas sekali bahwa program yang dirancang itu tidak akan bisa membantu keluarga miskin di 43.000 desa lainnya. Sementara itu para konglomerat, yang juga prihatin atas makin melambatnya penurunan tingkat kemiskinan tersebut merasa terketuk hatinya untuk ikut bersama pemerintah memikirkan jalan keluar yang terbaik. Dalam kesempatan yang sama mulai diadakan pula program-program pemberdayaan keluarga dalam rangka pengembangan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, para pengusaha yang peduli mengusulkan kepada Presiden untuk ikut serta menangani keluarga dan penduduk di desa yang tidak tertinggal.

LATAR BELAKANG BERDIRINYA YAYASAN DAMANDIRI

Melihat kenyataan bahwa pemerintah hanya mampu memberikan bantuan kepada sekitar 22.000 desa, dan mengetahui bahwa kehidupan keluarga Indonesia perlu segera ditingkatkan kesejahteraannya, Bapak Presiden melihat tekad para pengusaha dan masyarakat luas sebagai suatu kesempatan yang baik untuk mengambil langkah yang lebih luas lagi. Beliau sangat sependapat bahwa keberhasilan Indonesia dalam menekan angka kelahiran yang sudah mendapat pujian internasional harus ditindaklanjuti untuk memungkinkan setiap keluarga menjadi keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.

Dengan latar belakang itu, Presiden Soeharto memberi dukungan dan kesempatan agar jajaran BKKBN bisa mempunyai program memberdayakan keluarga-keluarga miskin, yaitu membantu keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I mengentaskan kemiskinan yang di deritanya. Karena pemerintah tidak mempunyai cukup dana, maka Presiden memutuskan untuk mengembangkan program yang paralel di seluruh desa dengan pendanaan yang disediakan secara gotong royong dengan bantuan masyarakat. Beliau memerintahkan untuk segera dikembangkan kerjasama dan sinergy dengan para pengusaha yang telah menyatakan keprihatinan terhadap masyarakat miskin.

Dengan petunjuk Presiden tersebut segera diadakan koordinasi dengan para pengusaha dan mendapatkan jaminan bahwa para pengusaha bersedia bekerja sama untuk ikut membantu mengentaskan kemiskinan di desa-desa yang tidak tercakup dalam program pemerintah yang ada asalkan program ini mendapat dukungan politik dari Bapak Presiden dan seluruh jajarannya. Atas dasar komitmen itu kemudian disusun program dimana para keluarga yang telah mengikuti KB dan tergabung dalam kelompokkelompok, lebih-lebih yang mempunyai minat untuk mengikuti pemberdayaan ekonomi keluarga, diajak serta untuk belajar menabung.

Kemudian disusun program atau gerakan keluarga sadar menabung agar supaya para keluarga yang sekarang masih miskin bisa belajar menabung. Dalam rancangan awal dana yang ditabung itu akan dijadikan modal bersama untuk dipergunakan secara bergulir oleh para penabungnya. Dengan memberi kesempatan para peserta KB yang telah bergabung dalam kelompok-kelompok untuk menabung akan diperoleh dana yang cukup untuk bisa dipergunakan secara bergulir. Namun karena keluarga-keluarga itu pada umumnya miskin, atas petunjuk Bapak Presiden modal awal tabungan itu disumbang oleh para pengusaha. Gerakan Keluarga Sadar Menabung itu kemudian dicanangkan oleh Bapak Presiden pada tanggal 2 Oktober 1995 dan tabungan para keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I itu kemudian terkenal sebagai Tabungan Keluarga Sejahtera atau Takesra.

Dengan dimulainya gerakan keluarga sadar menabung itu diharapkan segera terkumpul dana yang memadai untuk membantu keluarga di desa tidak tertinggal. Dengan harapan itu mulai disusun suatu program pemberdayaan yang pelaksanaannya dikaitkan dengan pengetahuan dan kedekatan BKKBN dengan keluarga yang perlu dibantu. Bahkan hasil pendataan tahun 1994 yang memberikan gambaran terperinci tentang keadaan keluarga di seluruh Indonesia pada waktu itu dijadikan pegangan untuk program pemberdayaan yang disusun tersebut.

Namun kemudian disadari bahwa dana yang dibutuhkan untuk 43.000 desa dengan keluarga kurang mampu ternyata sangat besar dan akan lama sekali apabila harus menunggu dana yang ditabung oleh keluarga yang ada. Juga disadari bahwa jumlah keluarga miskin di desa tidak tertinggal ternyata lebih besar dibandingkan dengan jumlah keluarga miskin di desa tertinggal.

Atas dasar kenyataan itu disusun suatu program alternatip dengan mengharapkan sumbangan yang lebih besar dari para pengusaha yang ada. Para pengusaha sendiri juga sadar bahwa mereka harus segera mengulurkan tangan membantu upaya yang luhur ini. Bahkan ada yang mengusulkan agar para pengusaha menyumbangkan sekitar 2 persen dari keuntungannya untuk mempercepat upaya pengentasan kemiskinan tersebut. Mereka kemudian menghubungi dan mohon kepada Bapak Presiden Soeharto untuk membentuk suatu wadah yang bisa menampung partisipasi masyarakat dan dana sumbangan para pengusaha tersebut. Untuk itu dicetuskan gagasan membentuk Yayasan dengan permintaan dari para pengusaha agar Bapak Soeharto sendiri memimpinnya.

Yayasan itu kemudian dibentuk dan diresmikan pada tanggal 15 Januari 1996 dengan nama Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (YDSM atau Damandiri). Sebagaimana sejarah kelahirannya, yayasan ini mempunyai tujuan untuk membantu upaya pemberdayaan keluarga dan sekaligus pengentasan kemiskinan secara mandiri.

Para pengusaha yang sangat menaruh perhatian terhadap upaya pemberdayaan keluarga itu kemudian diajak serta menjadi badan pendiri Yayasan Damandiri yaitu Bapak Sudwikatmono, Bapak Sudono Salim dan Bapak Haryono Suyono. Dana awal Yayasan disumbang oleh para pendiri dan Yayasan ini kemudian diajak para pengusaha dan mereka yang mempunyai keuntungan diatas Rp. 100 juta per tahun untuk rela memberi sumbangan bagi usaha-usaha pengentasan kemiskinan untuk keluarga-keluarga kurang mampu di luar desa tertinggal.

Dana sumbangan itu dikumpulkan oleh Yayasan Damandiri dan disimpan pada PT. Bank BNI. Setelah program pemberdayaan disusun, yaitu dengan memberi kesempatan keluarga yang telah mempunyai tabungan untuk bisa meminjam dana untuk belajar usaha, maka keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I yang sudah tergabung dalam kelompok dan masing-masing anggotanya telah mempunyai tabungan diperkenankan untuk belajar usaha, baik dalam kelompok atau secara perorangan, dengan dukungan kredit murah yang kemudian dinamakan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera atau Kukesra.

TAKUKESRA (1995-2002)

Program ini merupakan bantuan pembinaan keluarga pra sejahera dan keluarga sejahtera I yang tergabung dalam kelompok-kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Kelompok-kelompok ini mendapat pembinaan secara berkelanjutan dari BKKBN. Yayasan Damandiri memberikan dukungan dana untuk pembinaan dan skim kredit yang diberikan kepada kelompok dan anggotanya.

Bantuan pinjaman dalam skim kredit itu adalah untuk modal kerja bagi keluargakeluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I yang dikenal dengan Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA), dimana para nasabah diwajibkan untuk menabung dalam tabungan yang dikenal dengan nama Tabungan Keluarga Sejahtera (TAKESRA).

KPKU dan KPTTG TASKIN (1998-1999)

Skim ini disediakan untuk beberapa kelompok dan keluarga yang sangat berhasil. Mereka membutuhkan jumlah dana yang lebih besar dari Rp. 320.000,- per keluarga untuk melanjutkan usahanya dengan lebih besar dan mengangkat anggota keluarga lain menjadi binaannya karena keluarga yang bersangkutan tidak berhasil berusaha secara mandiri.

Melihat perkembangan yang terjadi di lapangan itu, Yayasan memandang perlu untuk memberi kesempatan kepada kelompok dan keluarga tersebut bantuan atau pinjaman yang lebih besar. Atas dasar latar belakang itu kemudian dikembangkan skim pembinaan baru yang pembinaannya diharapkan dapat datang dari para pengusaha yang berpengalaman dan kreditnya akan didukung dengan dana oleh Yayasan Damandiri dan dana yang ditempatkan oleh BUMN pada Bank-Bank Pemerintah, yaitu skim Kredit Pengembangan Kemitraan Usaha (KPKU) yang memberikan pinjaman untuk modal kerja dengan dana yang lebih besar. Karena sesuatu sebab dana dari BUMN tidak jadi ditempatkan untuk mendampingi dana dari Yayasan Damandiri, sehingga karena sudah terlanjur dimasyarakatkan maka dana untuk skim ini hanya berasal dari Yayasan Damandiri, dengan harapan bahwa program ini dikemudian hari dapat memperoleh pendampingan dari sumber lainnya.

PUNDI, SUDARA dan KUKESRA MANDIRI (1999-2003)

Dalam praktek skim KPTTG Taskin tidak juga bisa memenuhi kebutuhan kelompok atau keluarga yang berhasil karena dengan adanya berbagai pergantian pemerintahan ada beberapa instansi yang dihapus atau tidak lagi tertarik dengan upaya pengentasan kemiskinan. Untuk membantu kelompok atau keluarga yang berhasil agar mereka tidak kembali jatuh miskin, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, sesuai dengan arahan dari Ibu Megawati Soekarnoputri, Wakil Presiden pada waktu itu, melanjutkan upaya pemberdayaan keluarga dengan wilayah yang lebih sempit, yaitu Kawasan Timur Indonesia. Arahan itu juga menggariskan bahwa Yayasan diminta melaksanakan program dan kegiatannya secara mandiri dengan rekan kerja atau mitra kerja yang dianggap tepat. Dengan petunjuk itu skim baru yang diperkenalkan dinamakan Pembinaan Usaha Mandiri atau PUNDI, yang berisi pembinaan dan skim kredit mandiri dengan bunga pasar.

Untuk mencoba apakah skim ini dapat dilaksanakan sesuai petunjuk Ibu Wakil Presiden, Yayasan menggalang kerjasama dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Nusamba dengan tugas membantu pembinaan kelompok atau keluarga secara langsung dengan sistem kredit dengan bunga pasar dan “menjemput bola”. Sistem menjemput bola itu adalah bahwa para nasabah di kunjungi di tempat usahanya dan dibantu untuk mempersiapkan diri bagaimana mendapat kredit dan melakukan usahanya dengan baik. Percobaan itu berhasil dengan baik dan dilanjutkan dengan percobaan lain bekerjasama dengan BPR Artha Huda Abadi dan BPR Yekti Insan Sembada, dengan Koperasi Swamitra yang berada dibawah binaan Bank Bukopin serta pengembangan warung dengan Koperasi Warung Jembatan Kesejahteraan atau Koperasi Warung JK.

KREDIT MIKRO BANKING (2002-2003)

Program lain yang dikembangkan adalah kelanjutan dari Kukesra dalam bentuk Kukesra Mandiri dan Kredit Mikro Banking dimana cara dan bunga banknya mengikuti sistem penyaluran yang lebih aman, yaitu dengan sistem executing. Program Kukesra Mandiri ini pembinaannya dilakukan oleh BKKBN dan jajarannya sedangkan penyaluran dananya dilakukan oleh Bank BNI dan Bank Bukopin di 12 provinsi terpilih. Program Kredit Mikro Banking bekerjasama dengan Bank BNI dalam penyalurannya di Seluruh Indonesia.

PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA (1996-2003)

Pemberdayaan keluarga kurang mampu menyangkut pula pemberdayaan anak-anak dari keluarga kurang mampu. Sejak tahun 1996 Yayasan Damandiri ikut serta memberikan bantuan untuk pemberdayaan anak-anak keluarga kurang mampu itu melalui pemberian bantuan beasiswa untuk anak-anak SD, SLTP dan SMU melalui Lembaga GN-OTA.

BANTUAN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN (2000-2003)

Atas dasar latar belakang itu Yayasan Damandiri bekerjasama dengan Yayasan Supersemar berusaha merangsang anak-anak keluarga kurang mampu yang sekolah di SMU, negeri dan swasta, untuk mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri UMPTN). Program awal yang dikerjakan adalah membantu anak-anak itu membeli formulir ujian, mondok di tempat ujian dan membayar uang SPP anak-anak itu kalau di terima di Perguruan Tinggi Negeri. Namun harus diakui bahwa kualitas anak-anak keluarga kurang mampu itu begitu rendahnya sehingga target bantuan yang disediakan setiap tahun tidak bisa diserap seluruhnya.

Untuk memperbaiki kondisi itu, mulai tahun 2002 bantuan itu ditingkatkan menjadi Bantuan Peningkatan Mutu Pendidikan untuk Anak-anak dari Keluarga Kurang Mampu yang bersekolah di SMU, SMK dan Madrasah Aliyah di kawasan timur Indonesia. Bantuan berupa tabungan itu dinamakan Program Belajar Mandiri. Program peningkatan mutu pendidikan tersebut telah diangkat secara nasional pada tanggal 2 Mei 2002 yang lalu sebagai “gerakan nasional peningkatan mutu pendidikan”.