MENYONGSONG ULANG TAHUN DAMANDIRI
Tanggal: 4 Januari 2010, Laporan: Prof Dr Haryono Suyono

Akhir minggu ini, Yayasan Damandiri, yang didirikan pada tanggal 15 Januari 1996 oleh mantan Presiden RI kedua, Almarhum Bapak H. M. Soeharto dan tokoh-tokoh nasional lainnya, akan berusia 14 tahun. Seperti digagas dalam pendiriannya, selama empatbelas tahun tersebut Yayasan Damandiri telah berusaha membantu masyarakat tertinggal untuk mengejar saudaranya yang telah maju melalui peningkatan mutu sumber daya manusia melalui peningkatan pendidikan dan upaya memperbaiki tingkat kesehatan, dan membangun keluarga sejahtera melalui upaya pemberdayaan dalam bidang ekonomi.

Pada awal pendiriannya di tahun 1996 – 1999 Yayasan ini telah menggerakkan ekonomi kerakyatan dengan Gerakan Sadar Menabung dengan nama Tabungan Keluarga Sejahtera atau Takesra yang diikuti sekitar 13,6 juta penabung Takesra. Kepada para penabung dianjurkan membuka usaha dan mereka yang bersedia bekerja bersama dalam suatu kelompok kemudian diberi kredit yang disebut sebagai Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Program kredit ini bukan diberikan secara besar-besaran tetapi para nasabah dilatih untuk mulai dengan usaha yang sangat kecil agar mereka belajar bekerja dan mempergunakan dana kredit dengan hati-hati.

Dengan cara demikian setiap nasabah bisa membuka usaha atau kalau belum bisa membuka usaha secara pribadi mereka bisa membuka usaha bersama. Dengan usaha bersama maka setiap nasabah bisa belajar dari tetangganya yang bekerja dalam kelompok ekonomi mikro. Karena kesempatan belajar bersama itu maka pemberian kredit yang diutamakan untuk para ibu itu diikuti hampir oleh semua peserta Gerakan Sadar Menabung, sehingga sampai akhir tahun 1999 jumlah nasabah kredit Kukesra telah mencapai sekitar 10,3 juta nasabah dari penabung yang jumlahnya 13,6 juta tersebut.

Pada awal masa reformasi pengurusan Gerakan Sadar Menabung melalui Takesra dan Kukesra terlantar sehingga terpaksa diteruskan dengan model pemberdayaan baru dengan dukungan sistem kredit lain yang disebut Kredit Pundi melalui Bank-bank Pembangunan Daerah (BPD). Hampir seluruh nasabah Takesra dan Kukesra tidak dapat meneruskan, kecuali sebagian bergabung dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang mandiri. Kelompok UPPKS yang tabah dan berhasil itu dikemudian hari meneruskan dan bergabung dalam program pemberdayaan keluarga dengan bantuan kredit Pundi yang dikelola oleh BPD dan Bank Bukopin. Sebagian lagi dibantu dengan Kredit Krista yang dilayani oleh Perum Pegadaian dengan dukungan dana dari Yayasan Damandiri.

Akibat dihentikannya kegiatan Gerakan Sadar Menabung itu, Yayasan Damandiri terpaksa bekerja keras mengembangkan kemitraan baru untuk membangun jaringan pemberdayaan keluarga dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota serta Perguruan Tinggi yang mempunyai visi dan misi yang sama untuk mengembangkan program pemberdayaan keluarga di pedesaan. Upaya Yayasan Damandiri itu berhasil menggalang kerjasama dengan sekitar 200 kabupaten/kota, lebih dari 150 sekolah-sekolah SMA dan tidak kurang dari 60 Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia, utamanya di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, NTB, NTT, dan Ambon.

Untuk pengembangan keluarga model yang baru Yayasan Damandiri mengajak setiap kabupaten/kota untuk mulai mengembangkan mutu SDM dari SMA mitra untuk mengirim guru-gurunya magang pada sekolah yang dianggap unggul. SMA yang dipilih untuk bermitra bukan SMA unggul tetapi dengan mengajak mereka magang pada SMA unggul harapannya di kemudian hari mereka akan menjadi SMA yang bermutu. Disamping itu pada setiap SMA dipilih 20 anak-anak keluarga kurang mampu untuk memperoleh pemberdayaan life skills dengan harapan kalau tidak dapat meneruskan pada pendidikan yang lebih tinggi bisa langsung bekerja.

Mitra Perguruan Tinggi diajak mengembangkan kegiatan pemberdayaan keluarga melalui upaya pemberian penghargaan kepada mahasiswa yang menulis tesis atau disertasi yang mengulas masalah SDM atau pemberdayaan keluarga. Perguruan Tinggi yang mempunyai kegiatan sosial melalui LPM diajak membina SMA dan membina guru magang dan siswa yang dilatih ketrampilan tersebut. Pada saat yang sama Pengurus LPMnya diajak mengembangkan lembaga pemberdayaan keluarga di desa dalam bentuk Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya).

Pembentukan dan pendampingan siswa SMA itu sekaligus merupakan pelatihan bagi pengurus LPM dan para mahasiswa untuk pengembangan keluarga yang lebih luas cakupannya di pedesaan. Program itu sekaligus juga merupakan ajakan untuk mengembalikan kedekatan mahasiswa dan perguruan tinggi pada umumnya dengan masyarakat sekitarnya, dan sekaligus untuk mengajak mereka peduli terhadap sesama anak bangsa di desa dan dusun.

Upaya awal itu dilakukan pula pada lembaga lain seperti Masjid, organisasi sosial lain, sekolah-sekolah dan pemerintah kabupaten atau pemerintah kota. Hasilnya sungguh menakjubkan. Sekolah-sekolah merasa memperoleh pengalaman dan melanjutkan kegiatan dengan kemampuan mereka masing-masing. Sekolah lain meniru dan menggerakkan sekolahnya dengan bantuan perguruan tinggi setempat atau melakukannya dengan belajar dari pengalaman sekolah yang telah melakukan usaha itu dengan bimbingan LPM perguruan tinggi setempat.

Di lingkungan perguruan tinggi muncul gebrakan yang lebih besar. Universitas Jenderal Soedirman di Purwokerto melanjutkan kegiatan ini melalui Kuliah Kerja Nyata. Prakarsa ini diulang di tempat lain dan muncul KKN Tematik Posdaya yang diikuti hampir seluruh perguruan tinggi besar. Budaya Peduli terhadap sesama Anak Bangsa mulai marak. Yayasan Damandiri genap berusia 14 tahun. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).

Tag: Pemilu, Demokrasi