MENDIDIK ANAK BANGSA
Tanggal: 4 Januari 2010, Laporan: Prof Dr Haryono Suyono

Beberapa waktu yang lalu Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Prof. dr. Fasli Jalal, PhD., mengumumkan tersedianya beasiswa bagi mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Disamping itu pemerintah gigih menganjurkan kepada jajarannya untuk menyelesaikan wajib belajar 9 tahun, mengubah perbandingan antara sekolah kejuruan dengan sekolah umum, dari persentase sekitar 60 – 40, enampuluh persen umum dan empatpuluh persen sekolah kejuruan, menjadi sebaliknya. Yayasan Damandiri yang didirikan sekitar 14 tahun lalu, yang satu minggu lagi berulang tahun, ikut berpartisipasi bekerja keras menyiapkan anak keluarga kurang mampu untuk bisa segera siap bekerja.

Bekerja sama dengan beberapa Bupati atau Walikota setempat, Yayasan Damandari berusaha meyakinkan masyarakat agar mendidik anak-anaknya. Mereka diajak bergabung dalam Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) di desanya untuk melihat apakah ada anak di kampungnya yang belum sekolah. Kalau ada anaknya, atau anak tetangganya, belum sekolah, mereka diajak bergotong royong untuk mengirim atau membantu keluarganya mengirim anak itu ke sekolah. Cara ini berbeda dengan penelitian atau evaluasi yang dilakukan pemerintah dengan pendekatan sekolah, karena sekolah yang penuh belum tentu di desa dekat sekolah semua anak usia sekolah sudah sekolah.

Apabila pada Posdaya ada keluarga yang anaknya belum sekolah tetapi keluarga itu tidak mampu, maka seluruh anggota Posdaya diminta secara gotong royong membantu keluarga yang bersangkutan untuk menyekolahkan anaknya, tidak harus menunggu biaya dari pemerintah. Disamping itu selama lebih lima tahun terakhir ini Yayasan Damandiri mengajak beberapa SMA untuk memberi kesempatan kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu menyiapkan diri sebelum selesai sekolahnya. Untuk itu ada sekitar 170 SMA diajak bekerja sama. Setiap sekolah sebanyak 20 guru, dan awalnya dengan Kepala Sekolahnya, diberikan kesempatan magang pada sekolah sejenis di tempat lain. Sekolah tempat magang dipilih yang dianggap mempunyai kelebihan dalam bidang akademis maupun mempunyai kegiatan ekstra kurikuler yang bermanfaat untuk anak-anak keluarga kurang mampu.

Kesempatan magang ini diatur sebagai studi banding dengan gaya santai. Setiap Kepala Sekolah atau guru yang dikirim tidak perlu melakukan persiapan khusus tetapi cukup mencatat dan tidak menganggap bahwa studi banding itu sekedar acara ritual. Setiap guru yang melakukan studi diharapkan bertanya dan mengamati apa saja yang dikerjakan oleh rekan-rekan mereka di sekolah yang dikunjunginya.

Disamping program studi banding, perguruan tinggi, umumnya diwakili oleh Lembaga Pengabdian Masyarakatnya (LPM), menyelenggarakan seminar dengan materi penambahan ilmu atau materi yang biasanya menjadi bahan-bahan untuk Ujian Nasional seperti matematika. Akhir-akhir ini, dengan kepeloporan dari Universitas Jenderal Soedirman, para dosen dan mahasiswa tersebut mengadakan Kuliah Kerja Nyata Tematik Posdaya, yaitu mengirim mahasiswa ke desa untuk membentuk, mengisi dan mengembangkan program pemberdayaan keluarga di pedesaan.

Para Kepala Sekolah, guru, dosen pembimbing dan mahasiswa yang mengikuti studi banding atau kegiatan KKN Tematik Posdaya melakukan berbagai usaha tri dharma perguruan tinggi yang meliputi pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang langsung dilakukan bersama rakyat di pedesaan. Pelajaran ekstra kurikuler dari sekolah yang dikunjunginya atau bahan kuliah dari gurubesar dan dosen mereka, harus bisa memberi manfaat kepada rakyat di pedesaan. Akan sangat bagus apabila beberapa prakarsa yang dilakukan oleh Yayasan Damandiri itu di padukan dengan beasiswa yang mulai disediakan oleh pemerintah, baik untuk anak SMA maupun untuk para mahasiswa. Kalau ini terjadi maka bangsa Indonesia bersatu padu membangun manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat pada umumnya. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).

Tag: Pemilu, Demokrasi