Langkah Nyata Membumikan Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa
Tanggal: 22 Desember 2009, Laporan: Prof Dr Haryono Suyono

Menjelang tutup tahun 2009, Dian Kemala, organisasi purnawirawan Polri, mengadakan Sarasehan Implementasi Pancasila dalam Pembentukan Karakter Bangsa. Kami telah diminta mengantar pembahasan ”Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia” dalam pengertian umum, kedudukan serta kaitannya dengan upaya membangun kesejahteraan rakyat.

Berdasar pembicaraan para “founding fathers” dalam pertemuan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), utamanya menjelang proklamasi kemerdekaan, diketahui bahwa sebelum tanggal 1 Juni 1945 – yang disebut sebagai saat "lahirnya" Pancasila – Bung Karno tidak pernah berbicara atau menulis tentang Pancasila, baik sebagai pandangan hidup maupun sebagai dasar negara. Pidato itu untuk menjawab pertanyaan Dr Radjiman Wedyodiningrat, Ketua BPUPKI, tentang apa dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Lima dasar atau sila sila yang beliau ajukan pada pidato itu disebut sebagai Pancasila dan diharapkan dapat dijadikan filosofische grondslag dari Negara Indonesia Merdeka.

Banyak kalangan menyatakan bahwa uraian Pancasila itu merupakan kristalisasi keseluruhan pemikiran politik yang berkembang dalam perjuangan seluruh pemimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia. Bukan hanya untuk mendirikan suatu negara yang bebas dari penjajahan, tetapi juga untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Jelasnya, pidato "Lahirnya Pancasila" yang bersejarah itu lebih tepat dibaca dalam kaitannya dengan perjuangan panjang bangsa Indonesia secara menyeluruh mengantar bangsa Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Tentang maksud perumusannya, selain sebagai jawaban terhadap pertanyaan Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Bung Karno menjelaskan bahwa Pancasila - yang bisa diperas menjadi Trisila, dan Trisila bisa diperas lagi menjadi Ekasila, dan esensi Ekasila itu sendiri adalah "gotong royong" dimaksudkan sebagai dasar untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia dalam satu negara yang mendiami seluruh kepulauan Indonesia, "satu buat semua" dan "semua buat satu". Pancasila lahir sebagai hasil dari suatu intelectual exercised Bung Karno, yang digali dari pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat berakar di dalam bangsa Indonesia. Karena itu Pancasila bukan saja merupakan political contract atau konsensus nasional tentang dasar negara, tetapi juga merupakan ideologi dan jati diri bangsa.

Setelah ditetapkan sebagai ideologi dan jati diri bangsa, tiba waktunya mencari, menyebar luaskan pelaksanaan Pancasila sebagai jati diri melalui tugas pemerintah dengan merumuskannya dalam tujuan nasional untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Selanjutnya oleh seluruh komponen bangsa dikembangkan lebih luas lagi. Dengan demikian, Pancasila berkembang dan ditindaklanjuti oleh seluruh anak bangsa melalui langkah-langkah konkrit yang terus menerus dievaluasi, disegarkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan.

Dalam kaitan itu para peserta Sarasehan diajak menjabarkan Pancasila dalam langkah-langkah sederhana tetapi konkrit dalam kehidupan sehari-hari. Dalam rangka penjabaran secara konkrit tersebut disarankan penggunaan lembaga pedesaan yang bersifat dinamis dikenal sebagai “Pos Pemberdayaan Keluarga” atau POSDAYA. Posdaya dibentuk, diisi, dibina dan dikembangkan sebagai forum silaturahmi, wadah penyegaran dan penguatan fungsi-fungsi keluarga secara terpadu yang dibentuk dan dilaksanakan oleh, dari dan untuk keluarga dan masyarakatnya.

Melalui Posdaya dirangsang pembangunan keluarga dan masyarakat sejahtera melalui proses pemberdayaan keluarga secara berkelanjutan. Dengan sistem gotong royong dan pengetrapan sila-sila Pancasila secara konkrit dan sederhana keluarga pedesaan diajak memahami seluruh jiwa Pancasila untuk dilaksanakan sebagai jati diri keluarga, jati diri masyarakat, dan jati diri bangsa yang membudaya. Jati diri itu dimunculkan bukan dengan menghafal sila-sila Pancasila tetapi melalui perwujudan praktek iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, budaya masyarakat yang beradab dalam wujud nyata kehidupan gotong royong berupa rasa hormat dan peduli terhadap sesama, penghargaan atas prakarsa, saran dan kehidupan yang demokratis, pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mufakat, serta kesejahteraan yang adil untuk semua. Upaya membumikan Pancasila dilakukan melalui penguatan delapan fungsi keluarga dalam setiap musyawarah Posdaya di pedesaan. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Umum DNIKS).

Tag: Pemilu, Demokrasi