BOCAH ANGON ITU BISA SEKOLAH LAGI

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Melalui pengembangan teknologi sederhana yang diolah oleh Universitas Jenderal Soedirman yang dipimpin oleh Rektornya, Prof. Edy Yuwono, PhD, anak-anak yang biasa “angon sapi” (menggiring sapi mencari makan di lapangan rumput), atau “ngarit” (membabat rumput) setiap hari, sebentar lagi akan bisa sekolah. Mereka tidak perlu harus setiap hari pergi ke lapangan karena para ahli peternakan di Unsoed akan menularkan ketrampilan mengembangkan makanan sapi dan ternak lain yang bisa bertahan selama enam bulan. Untuk itu para peternak keluarga miskin dari Pacitan akan mengikuti pelatihan khusus di Purwokerto dan Cilacap, bagaimana memelihara sapi secara ilmiah dan modern untuk menghasilkan penggemukan sapi yang menguntungkan tetapi lebih efisien.

 Program ini merupakan bagian dari pengisian sebanyak 2050 Posdaya di Pacitan yang telah mengembangkan budaya gotong royong sesama keluarga, terutama telah dikembangkannya kepedulian yang makin tinggi diantara keluarga miskin dan keluarga kaya. Bupati Pacitan, Drs. Indartato, MM, mengumumkan terbentuknya Grindulu Mapan, yaitu Gerakan Terpadu Mensejahterakan Masyarakat Pacitan, dengan menempatkan Posdaya sebagai ujung tombak pemberdayaan untuk merangsang partisipasi masyarakat yang dinamik. Setiap kelompok Posdaya yang niatnya merupakan kelompok mandiri diharapkan akan muncul dengan gagasan-gagasan inovatif yang mengimbangi dukungan pemerintah yang mulai mengalir deras.

 Pelatihan untuk para pelatih dan pendamping anggota Posdaya yang mengembangkan penggemukan sapi itu akan menjalani pelatihan dan sekaligus praktek penggemukan sapi dengan pendampingan para dosen dan peternak sapi yang telah berpengalaman. Sekaligus upaya ini merupakan percontohan dari praktek nyata pengenalan ekonomi biru yang memihak keluarga miskin serta partisipasi masyarakat yang lengkap dan tidak pandang bulu. Praktek ekonomi biru ini juga mengundang penyandang dana untuk mengetrapkan falsafah financial inclusion dimana keluarga miskin akan memperoleh akses yang tinggi terhadap lembaga keuangan dengan kredit yang mudah dijangkau serta memberi manfaat pengentasan kemiskinan. Pelatihan yang diadakan sekaligus akan memperkenalkan prinsip lain dari ekonomi biru yaitu zerro waste karena proses penggemukan sapi yang diterapkan akan merupakan siklus yang saling terkait, sehingga tidak ada lagi sisa-sisa yang tidak segera dapat dimanfaatkan.

 Keluarga petani yang berminat akan dilatih dan dianjurkan membeli sapi dengan sistem kredit dari Bank UMKM atau Bank BPD dan selanjutnya membangun kandang bersama. Sapi yang dikandangkan bersama ini akan mengikuti perawatan yang intensif termasuk makan secara teratur, sehingga dijamin mengalami penggemukan secara efisien sesuai masukan makanan yang dikonsumsinya. Karena dikandangkan bersama, maka kotoran sapinya akan segera bisa dimanfaatkan untuk bio gas yang dapat dipakai untuk keperluan masak atau listrik di rumah-rumah. Kotoran sapi sisa penggunaan bio gas diolah menjadi pupuk untuk menyuburkan rumput atau tanaman yang selanjutnya diolah menjadi makanan sapinya sepanjang masa karena rumput dan tanaman itu bisa diolah menjadi makanan sapi yang bisa tahan sampai lebih dari enam bulan.

Karena sapinya dikandangkan bersama maka pengelolanya bisa bekerja secara bergiliran dan cara mengambil rumputpun tidak perlu harus setiap hari, karena makanan sapi bisa tahan selama enam bulan. Dengan efisiensi itu maka anak-anak yang biasa angon sapi bisa bersekolah kembali dan orang tua yang biasanya sehari suntuk memelihara sapi bisa menambah kerja lain yang membawa keuntungan yang lebih besar.. Keluarga miskin dengan variasi kerja yang lebih banyak bisa menjadi keluarga sejahtera dengan lebih meyakinkan. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).