PENDIDIKAN USIA DINI CIKAL BAKAL ANAK CERDAS

Sungguh sangat disayangkan bahwa upaya bangsa ini untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar untuk semua banyak disalah artikan sebagai upaya pendidikan dasar bagi anak-anak di sekolah dasar dan sekolah menengah semata. Sehingga biarpun banyak kabupaten/kota telah menyelesaikan kegiatan wajib belajar, angka rata-rata tingkat pendidikan di Indonesia tidak banyak bergeming dari 6 tahun saja. Artinya, ada kesenjangan dalam masyarakat yang disebabkan oleh tingkat pendidikan anak-anak putus sekolah yang rendah dan belum mendapat penanganan dengan baik, di luar bangku sekolah dasar ataupun sekolah menengah pertama.

Pada perayaan Hari Pendidikan Nasional hari ini, kita perlu merenung bahwa perhatian dan kasih sayang orang tua orang tua seharusnya dicurahkan pada upaya pendidikan untuk anak sebagai bekal masa depannya yang lebih sejahtera. Tanpa pembekalan pendidikan yang sempurna, maka masa depan anak tidak akan baik. Oleh karena itu perhatian terhadap pendidikan anak kiranya perlu diberikan sejak tahap perkembangan ketika anak mulai duduk, berjalan, berlari, dan bermain. Orang tua harus siap menjadi guru yang pertama yang dengan dukungan masyarakat kerabat di sekitarnya menjaga agar anak yang mulai belajar secara naluriah itu mendapat dukungan yang memadai, menjaga keamanan, kesehatan dan suasana positif yang mendukungnya.

Pada saat-saat seperti itu, orang tua harus menjadi panutan utama yang mampu memberi bimbingan menumbuhkembangkan kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualnya, agar pengalaman masa anak-anak bisa menjadi bekal yang kuat ketika anak tumbuh kembang menjadi anak yang dewasa dan mempunyai kemampuan intelektual, sehat serta berkepribadian yang bermoral.

Masa anak-anak usia 0-6, atau bahkan 0-8 tahun, biasanya dianggap sebagai masa yang paling berharga dalam  perkembangan  anak, masa yang paling penting untuk mengembangkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama sehingga seluruh potensi anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Anak pada masa yang biasa disebut sebagai “golden period” tersebut bisa mengalami pertumbuhan kemajuan yang sangat pesat apabila memperoleh rangsangan yang tepat dari keluarga dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Oleh karena itulah pada waktu ini pengembangan anak sejak usia dini telah ditetapkan sebagai hak anak yang harus dipenuhi agar anak tidak mengalami hambatan dalam perkembangan selanjutnya.

Dalam upaya pembangunan yang berkeadilan sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden nomor 3 tahun 2010, disebutkan bahwa upaya pembangunan pro rakyat adalah memihak kepada keadilan untuk anak dan kaum perempuan. Untuk mengoptimalkan usaha tersebut kita sambut pengembangan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) di seluruh Indonesia yang memberi bobot yang sangat tinggi terhadap upaya pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD. Dalam gerakan pemberdayaan tersebut, keberadaan PAUD dianggap sangat vital agar tumbuhkembang anak pada masa emas dapat dituntun secara profesional melalui upaya pemahaman, pembinaan, dan pengembangan potensi anak sedini mungkin sesuai dengan tahap perkembangan anaknya.  Secara nasional upaya ini didasarkan pula pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 yang mengamanatkan pembinaan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Disamping itu pendidikan dalam PAUD tersebut merupakan persiapan yang sangat baik untuk anak sejak dini dalam rangka pendidikan yang lebih baik di masa selanjutnya.

Karena itu dalam proses pemberdayaan keluarga yang paripurna melalui Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya), dianjurkan agar setiap Posdaya segera membentuk PAUD sebagai sarana untuk menampung semua anak balita di dalamnya. Dianjurkan agar orang tua anak balita, khususnya ibu anak balita, tidak menunggu anaknya mengikuti kegiatan PAUD tetapi menyerahkannya kepada guru pengasuhnya. Anak-anak, pada jaman ini, hanya satu balita dalam setiap keluarga, melalui keikutsertaan dalam PAUD dapat bergaul dengan teman sebaya dan merasa nyaman. Orang tuanya menyerahkan sosialisasi anaknya selama mengikuti kegiatan PAUD kepada guru pembimbingnya tanpa rasa kawatir apapun. Dengan demikian anak dilatih untuk percaya kepada diri sendiri dan juga percaya kepada temannya seakan saudaranya sendiri. Rasa percaya diri sejak dini tersebut akan sangat membekas sampai usia dewasa nanti.

Melalui kegiatan dalam PAUD, anak-anak menjadi cerdas dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya tanpa tergantung kepada orang tuanya, tetapi melalui kerjasama dan sikap toleransi antar teman sejawat di kelasnya. Pada saat-saat tertentu dan sangat terbatas kepada guru pembimbingnya. Dalam PAUD seorang guru dengan banyak anak asuhannya tidak bisa pilih kasih dan selalu memenangkan seseorang anak semata, berbeda dengan orang tua sendiri. Seorang guru harus bertindak adil dan memberikan perhatian yang merata kepada sesama anak asuhannya.

Sementara itu, ibu anak balita yang dipisahkan dari anaknya dapat mengikuti pelatihan ketrampilan sebagai bekal terjun dalam bidang ekonomi. Karenanya pada tempat-tempat yang berdekatan dengan kegiatan PAUD perlu segera didirikan pusat pelatihan untuk ibu muda yang mempunyai anak balita. Ibu-ibu dilatih memelihara anak balita di rumah serta kegiatan ekonomi, ketrampilan untuk bisa mengembangkan usaha ekonomi. Kepada mereka diberikan kemudahan memperoleh modal agar bisa segera membuka usaha. Hasil usaha tersebut dapat dipergunakan untuk memperbaiki gizi dan kondisi anak balitanya. Dengan kondisi gizi dan kesehatan yang lebih baik diharapkan anak Indonesia masa depan akan jauh lebih cerdas dan bermutu dibandingkan anak masa kini. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri,www.haryono.com)