MEMBANGUN BUDAYA KOPERASI

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Akhir minggu ini kita akan memperingati Hari Koperasi 12 Juli 2014. Ironinya, beberapa hari yang lalu UU Koperasi justru dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu Kementerian Koperasi dan masyarakat koperasi sibuk menyusun rancangan UU baru yang akan mengarahkan dan melindungi gerakan koperasi di seluruh Indonesia. Gerakan koperasi itu, selain memerlukan aturan yang menggariskan struktur dan mekanisme ekonomi koperasi, lebih dari itu memerlukan jiwa, budaya dan semangat kerjasama gotong royong. Jiwa, budaya dan semangat gotong royong inilah yang kemudian dirumuskan dalam aturan-aturan hukum yang memberi arah dan dinamika gerakan koperasi untuk sebesar-besar kesejahteraan sebanyak mungkin rakyat yang bekerja cerdas dan keras dengan penuh kepedulian.

 Membangun jiwa, budaya dan semangat koperasi dalam suasana persaingan untuk menjadi paling unggul bukanlah merupakan upaya yang mudah. Secara naluriah setiap orang ingin menjadi yang paling unggul, paling nomor satu dan kalau mungkin menjadi satu-satunya yang ditempatkan di barisan paling depan. Apabila diambil secara sederhana setiap orang ingin menjadi “Superman”, jarang yang mengusahakan kehadiran suatu “Super Tim” yang membuat semua anggota mempunyai jiwa kebersamaan dan berjuang untuk kemenangan seluruh tim secara keseluruhan. Ambil saja dalam Tim Sepak Bola, Indonesia yang berpenduduk lebih dari 250 juta hampir tidak pernah berhasil membentuk suatu Super Tim yang terdiri dari 11 orang yang tangguh dan berhasil membawa nama bangsa di kancah internasional dengan penuh kebanggaan.

 Tekanan untuk menjadi nomor satu selalu diiming-imingi dengan slogan bahwa bangsa ini harus sanggup bersaing dengan bangsa lain di seluruh dunia. Tema slogan ini diterjemahkan secara harfiah bahwa setiap individu harus menjadi nomor satu sehingga setiap anak bangsa harus satu demi satu bersaing sesama anak bangsa lainnya. Bahkan akhir-akhir ini dalam pencalonan untuk pemilihan umum, setiap calon, bahkan sesama partai, penempatan pada nomor urut pertama, kedua, ketiga atau seterusnya, menjadi ajang persaingan sesama anggota yang sengit. Karena itu dalam kampanye, segala cara ditempuh untuk mengalahkan sesama anggota partainya. Ironi sekali karena dalam satu kelompok para anggota saling bersaing, dan akhirnya sesama pengikut juga terbelah dan persatuan kesatuan dalam suatu partai menjadi pecah. Tidak ada mufakat untuk sepakat dalam pemberian nomor sehingga sesama anggota partai tidak perlu berkelahi dan pengikut partai tidak perlu terbelah serta saling gontok gontokan.

 Syarat pertama untuk membangun budaya kerjasama gotong royong adalah kesadaran diperlukannya kekuatan bersama untuk maju dengan menempatkan kepedulian pada kepentingan yang lebih penting melalui kebersamaan. Kepedulian itu justru terletak pada dinamika yang banyak sekali tergantung pada bagian yang paling lemah sehingga proses gotong royong bukan hanya memperhatikan kekuatan yang paling kuat, tetapi perhatian pada upaya pemberdayaan yang paling lemah agar seluruh kelompok atau tim berada pada posisi yang semua kekuatannya makin merata. Kekuatan yang makin merata itu akan memungkinkan gerak yang lebih dinamis dan kepuasan seluruh kelompok yang mempunyai tanggung jawab bersama.

 Dengan demikan, peningkatan kesadaran kebersamaan itu harus diikuti dengan dinamika pemberdayaan untuk meningkatkan mutu mulai dari anggota yang paling lemah melalui sistem berbagi sesama dimana setiap anggota mempunyai kontribusi sehingga tumbuh kebersamaan yang saling menguntungkan. Kesempatan saling berbagi dan kebersamaan itu menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan yang dinamis karena solidaritas yang tulus disertai perasaan saling harga menghargai sesamanya.

 Dengan kesadaran kebersamaan dan peningkatan kualitas melalui upaya saling peduli itu dihasilkan karya bersama melalui pengembangan tim yang dari hari ke hari akan menjadi Super Tim yang menghasilkan karya bersama tanpa ada persaingan diantara anggotanya. Hasil Super Tim yang semula tidak terlalu moncer, dalam waktu yang tidak terlalu lama, apabila dihargai dan “dibeli”  atau diangkat tinggi tinggi oleh sesama anggota Tim akan menjadi ajang peningkatan dinamika kelompok yang membanggakan. Dinamkia kelompok ini akan memberikan apresiasi positif, menuai anjuran perbaikan, bukan sekedar kritik yang mematikan, sehingga tumbuh gagasan baru untuk maju.

 Gagasan untuk maju ini perlu diikuti dengan apresiasi oleh seluruh anggota Tim yang akhirnya menimbulkan nilai positif yang menjalar kepada masyarakat luas. Perkembangan itu akan menghasilkan nilai-nilai positif sebagai awal dari berkembangnya budaya gotong royong saling menghargai. Budaya inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi aturan yang sesungguhnya bukan untuk membatasi, tetapi untuk mengingatkan bahwa kebersamaan tetap perlu menjadi pedoman bersama untuk dijunjung tinggi sebagai kemenangan bersama.

 Karena prinsipnya dalah kemenangan berama, maka segala keuntungan suatu koperasi yang diraih oleh kelompok, sejak awal selalu memberi perhatian kepada keuntungan yang bisa dirasakan langsung oleh seluruh anggota agar ada perasaan yang makin mematri pada kepercayaan bahwa kebersamaan tetap memberi perhatian kepada sumbangan pribadi tetapi merata kepada semua anggota secara adil. Dengan prinsip dan semnagat itu, marilah kita peringati Hari Koperasi 2014. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Damandiri).