MEMPERLUAS JANGKAUAN SENKUDAYA

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Kalau tanggal 11 Maret biasa dikenang sebagai Hari Lahirnya Supersemar, Surat Perintah dari Bung Karno kepada Almarhum Jenderal TNI HM Soeharto, maka tanggal ini sekarang ditandai sebagai perluasan lahirnya Senkudaya di beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Senkudaya adalah singkatan dari Sentra Kulakan Posdaya yang ditugasi mendukung dan melayani Warung-warung Kecil milik keluarga Posdaya di pedesaan. Warung-warung itu adalah tempat keluarga miskin yang bersatu dengan keluarga yang lebih mampu, sebagai sahabat pendukungnya, membangun usaha ekonomi produktif di desa atau kampungnya masing-masing.

 Melalui Posdaya disegarkan budaya gotong royong antar keluarga secara nyata yaitu dengan mengundang keluarga mampu mengajak keluarga kurang mampu bersatu dan bersama-sama membangun usaha ekonomi produktif atau mengerjakan segala sesuatu yang dianggap bisa memperbaiki kesehatan, pendidikan, kewirausahaan dan lingkungan di sekitarnya. Keluarga mampu diharapkan memberi dukungan fasilitasi kepada keluarga kurang mampu atau keluarga miskin agar keluarga kurang mampu bisa bekerja keras dan makin cerdas mengelola sumberdaya dan kearifan lokal. Pengolahan itu diharapkan mempercepat keluarga kurang mampu yang makin sehat, berumur panjang, mempunyai tingkat pendidikan lebih baik dan bisa membuka usaha ekonomi produktif yang mengantar hidup yang makin mandiri.

 Mereka yang diajak mengembangkan Senkudaya disyarakatkan harus mau bekerja secara gotong royong dengan tetangganya membangun budaya hidup sehat dengan memperhatikan lingkungan dan sekitar rumahnya, melengkapinya dengan jamban keluarga, menanam sayuran dan keperluan sehari-hari lainnya di halaman rumahnya, mendidik semua anak-anaknya dengan mengirim ke sekolah dan akhirnya bersedia mengikuti gerakan menabung biarpun dimulai dengan sangat kecil. Dengan sistem tanggung renteng, mereka diberi kesempatan meminjam dana dari Bank, koperasi atau lembaga lain yang ditunjuk untuk usaha ekonomi produktif, termasuk membangun warung di desa atau kampungnya. Kredit yang diambilnya tidak dipungut agunan tetapi bersama rekannya, yaitu keluarga miskin dengan keluarga yang mampu, menganut sistem tanggung renteng sehingga satu sama lain saling memberi kepercayaan untuk membayar cicilan kalau mitranya terlambat atau mendapat halangan membayar cicilannya. Sistem tanggung renteng itu adalah wujud gotong royong antar keluarga dalam suatu Posdaya yang sama.

 Senkudaya dibangun dan dipercayakan dalam bentuk koperasi atau usaha bersama yang ditugasi membina dan mensupply kebutuhan warung-warung di desa atau di kampungnya. Setiap Senkudaya diarahkan untuk melayani setidak-tidaknya sebanyak 150 warung di tingkat desa agar ongkos operasionalnya tertutupi. Warung-warung itu mendapat supply keperluan dagangannya yang dibeli dalam jumlah besar oleh Senkudaya sehingga dapat dibeli dengan harga lebih murah. Keuntungan dari pembelian oleh setiap warung dibagi kembali oleh Senkudaya kepada pemilik warung karena mereka diharuskan menjadi anggota Koperasi yang membagikan keuntungannya, atau Sisa Hasil Usahanya, kepada anggota.

 Karena setiap pemilik warung menjadi anggota Senkudaya, maka setiap partisipasi dalam pembelian pada sentra kulakan untuk warungnya, selain bisa diperoleh dengan harga yang lebih murah, keuntungan kumulatif dari belanja mereka diperhitungkan dan pada akhirnya dibagikan sebagai bagian dari Sisa Hasil Usaha dari Koperasi Senkudaya tersebut. Kegiatan itu sekaligus mendidik masyarakat menumbuhkan ekonomi kerakyatan melalui bentuk Koperasi seperti di cita-citakan oleh pendiri negara kita.

 Disamping menjual keperluan sehari-hari yang dibutuhkan oleh keluarga di sekitar warung, setiap warung dianjurkan mengembangkan dirinya menjadi penampung untuk menjual produk yang dihasilkan oleh keluarga di kampungnya. Produk itu bisa dijual di Warung kampungnya atau dititipkan kepada Senkudaya untuk dijual kepada Warung yang ada di kampung lainnya. Setiap Warung bisa juga mengadakan transaksi langsung dengan Warung lain yang dikenalnya untuk menjual produk lokal yang dibutuhkan di kampung lainnya. Proses tukar menukar ini dimungkinkan karena seseorang yang menjadi anggota Senkudaya bisa bertemu dengan rekan di luar kampungnya saat berbelanja di Senkudaya.

 Sebuah Senkudaya bisa menjual dagangannya secara langsung kepada konsumen, tetapi harus mengutamakan pelayanan untuk warung di desa. Senkudaya bisa menjadi perantara untuk menjual produk lokal yang dihasilkan oleh anggota Posdaya di sekitar warung kepada pedagang lain atau kepada Senkudaya di daerah lainnya. Penjualan itu menjadi penting karena hasilnya akan memperkuat ekonomi kerakyatan bagi anggotanya dan memperkuat liquiditas yang dimiliki oleh Warung yang menjadi anggotanya. Senkudaya pada prinsipnya juga bisa melayani warung-warung lain yang telah ada di desa sebelum warung Posdaya didirikan, tetapi kepada warung lain itu diharapkan tidak bersaing dengan Warung Posdaya yang dimiliki oleh keluarga miskin yang baru membuka usaha. Warung yang telah maju justru harus memberi bimbingan agar usaha yang baru mulai dapat berkembang baik.

 Pada tingkat awal Senkudaya dibantu oleh Pemerintah Daerah dan Yayasan Damandiri tetapi selanjutnya harus berhubungan dengan bank setempat dalam keadaan yang mandiri. Keluarga miskin didukung dengan Gerakan Sadar Menabung dan Kredit Tabur Puja yang memberi pinjaman tanpa agunan kepada anggota Posdaya yang memenuhi syarat dan sanggup bekerja secara gotong royong.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra RI).