MENCARI ANAK BANGSA YANG BELUM SEKOLAH

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Besok pagi kita memperingati Hari Anak Nasional 2013. Dalam suasana seperti itu kita patut berbangga bahwa di beberapa kabupaten/kota mulai dicanangkan program Wajib Belajar sampai 12 tahun, artinya pemerintah daerah memberikan dukungan yang penuh kepada semua anak usia SD, SMP sampai SMA, untuk bersekolah. Pemerintah daerah menjamin bahwa setiap anak usia sekolah akan memperoleh kesempatan untuk bersekolah. Namun, justru pada kesempatan Hari Anak Nasional seperti besok pagi,  kita patut merenung apakah semua anak usia sekolah sudah bersekolah atau belum. Tidak mustahil Bupati atau Walikota yang mencanangkan Wajib Belajar 12 tahun itu terkecoh oleh membeludaknya sekolah-sekolah yang ada di daerahnya. Tetapi di desa atau di kampungnya bisa saja masih ada anak usia sekolah SD dan SMP yang tidak atau belum bersekolah karena miskin atau alasan lainnya.

 Ada banyak alasan untuk waspada. Menurut laporan PBB, indeks sekolah di Indonesia belum mencapai standard yang menggembirakan. Bisa saja kita berdalih bahwa angka statistik di tanah air belum sempurna sehingga pengukuran yang dilakukan kantor BPS milik pemerintah belum mencerminkan keadaan sesungguhnya. Tetapi ada juga kemungkinan bahwa di beberapa kota atau kabupaten keadaan pendidikan belum merata, ada daerah yang masih memerlukan dorongan dan dukungan untuk menolong anak-anak usia sekolah agar bisa bersekolah.

 Ada juga kasus kasus tertentu di kota atau di ibu kota kabupaten sekolah yang ada begitu bagusnya dibanding sekolah yang ada di desa lainnya. Karena itu keluarga mampu mengirim anaknya ke sekolah yang baik itu, sehingga anak-anak yang nilainya pas-pasan, tidak memenuhi syarat masuk ke sekolah tersebut, tidak bisa sekolah di sekolah yang ada di kotanya. Orang tua yang kaya bisa memilih sekolah lain karena mampu membayar biaya transportasi ke sekolah pilihannya. Tetapi orang tua keluarga miskin terpaksa tidak dapat mengirim anaknya untuk melanjutkan pendidikan karena tidak mampu membayar ongkos transportasi ke sekolah yang letaknya jauh. Anak-anak yang berasal dari keluarga miskin terpaksa tidak sekolah biarpun orang tuanya mengetahui bahwa sekolah bisa menjadi cara ampuh untuk memotong rantai kemiskinan.

 Pada kesempatan Hari Anak Nasional besok pagi kiranya perhatian kita tidak saja pada acara menghibur anak-anak dibawah lima tahun atau anak usia sekolah lainnya. Secara serius perlu diberi perhatian kepada anak keluarga miskin agar semua anak usia sekolah diusahakan untuk bisa sekolah di sekolah yang dekat dengan rumah masing-masing. Ada dua pendekatan yang perlu dikerjakan. Pertama, perlu dilakukan pendataan anak-anak keluarga miskin yang usia sekolah dan ditanyakan apakah sudah sekolah atau belum sekolah. Kedua, perlu dilakukan inventarisasi dan motivasi kepada semua sekolah untuk menyediakan bangku bagi anak usia sekolah yang berasal dari keluarga miskin dan bertempat tinggal di sekitar sekolah.

 Pertama-tama anak-anak keluarga miskin harus didorong oleh orang tua dan masyarakat sekitarnya, kalau perlu dibantu dan diberikan fasilitasi agar bisa dan mau sekolah. Anak-anak tersebut, kalau terpaksa membantu orang tuanya mencari nafkah, orang tuanya perlu dibantu oleh tetangganya agar bisa membebaskan anaknya untuk bisa sekolah. Kalau perlu, dalam suasana gotong royong didalam forum Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya), dicari solusi agar tenaga bantuan dari anak-anak bisa diganti tenaga sukarela diantara tetangganya agar kehidupan keluarga miskin dapat lebih baik lagi.

 Yang kedua, setiap sekolah yang ada di sekitar tempat kediaman keluarga miskin perlu didatangi oleh penduduk kampung, khususnya Pengurus Posdaya di kampung, untuk diminta kesediaannya agar hasil pendataan yang dilakukan, apabila diketemukan anak usia sekolah yang belum sekolah dapat ditampung dengan baik. Kalau anak itu tertinggal karena dasar pendidikan yang kurang baik, perlu diberikan pelajaran ekstra agar segera dapat seimbang dengan anak didik lainnya. Apabila syarat masuk kurang cocok agar diberikan dispensasi dan kepada anak yang bersangkutan dapat diberikan pelajaran ekstra untuk mengejar kekurangan dan segera merasa nyaman bergaul dengan teman lainnya. Apabila kondisinya kurang layak kiranya dapat diberikan fasilitasi secara gotong royong, sehingga tidak merasa kecil hati dan dapat menempuh pelajaran dengan kepercayaan diri yang tinggi.

 Melalui hiruk pikuk Hari Anak Nasional tahun ini perlu dipikirkan upaya memberikan pelajaran ketrampilan di luar sekolah kepada anak-anak muda yang berasal dari keluarga miskin. Kursus-kursus ketrampilan diberikan dengan membentuk kelompok belajar ketrampilan di luar sekolah, atau membentuk Pramuka berbasis masyarakat yang mengajarkan kepada anak didik ketrampilan atau soft skill yang berguna untuk hidup mandiri. Anak-anak keluarga miskin harus bekerja ekstra keras untuk makin sejahtera melalui upaya pembekalan diri lebih awal.

 Keluarga yang bergabung dalam Posdaya atau perkumpulan lain di tingkat desa dan kecamatan tidak perlu risau, kalau peringatan Hari Anak Nasional tidak dirayakan dengan pesta pora, tetapi justru diamalkan dengan kerja keras melakukan pendataan untuk menyongsong Wajib Belajar 12 tahun yang makin menarik di berbagai daerah dengan kewaspadaan penuh. Mari kita ukur hasil pendidikan bukan hanya melalui jumlah dan mutu sekolah. atau kursus, bukan dengan melimpahnya murid di setiap sekolah, tetapi dengan jaminan bahwa setiap anak usia sekolah, utamanya anak keluarga miskin, sedang sekolah atau kalau belum sekolah, segera kita tolong untuk sekolah. Selamat Hari Anak Nasional 2013.  (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin).