MENDIDIK MANAJER BARU

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Dalam suasana peringatan Hari Kartini kemarin, kita patut merenung bahwa dewasa ini para manajer atau pimpinan usaha besar atau kecil mulai menghadapi suasana yang baru. Suasana ini bukan saja karena persaingan yang makin ketat tetapi dalam lingkungan perusahaannya terjadi perubahan yang sangat drastis. Para pegawainya terdiri dari berbagai suku bangsa yang berasal dari seluruh Indonesia. Mereka bergabung dalam perusahaan bukan lagi karena bersaudara secara biologis tetapi karena kedekatan selama masa belajar, kuliah atau karena alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan saudara atau pertemanan tetapi lebih karena tuntutan profesional yang menyebabkan seseorang diajak bergabung atau “terpaksa” digabungkan dalam suatu usaha.

 Yang lebih menarik adalah bahwa dalam suatu usaha terjadi gabungan antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan, sehingga dalam pekerjaannya sehari-hari seorang manajer harus menghadapi karyawan yang jenis kelaminnya lengkap, ada pria dan ada wanitanya. Kebiasaan lama bahwa suatu usaha terdiri dari pria semua atau wanita semua menjadi makin langka atau hampir tidak ada. Karenanya kebersamaan yang terjadi dalam perusahaan adalah kebersamaan antar pekerja dengan pekerja, ya laki-laki dengan laki-laki atau laki-laki dengan perempuan atau sebaliknya. Lebih dari itu seorang manajer tidak harus laki-laki saja tetapi bisa ada manajer perempuan yang mempunyai reputasi yang unggul. Manajer usaha besar di Indonesia, Pertamina misalnya, bukan lagi seorang laki-laki tetapi seorang perempuan yang kinerjanya tidak kalah dengan seorang laki-laki, atau bahkan melebihi kinerja seorang manajer laki-laki.

 Dalam suasana seperti itu disamping ada kebersamaan, bisa juga terjadi perbedaan atau konflik, bukan karena laki-laki dan perempuan yang berbeda kelamin tetapi karena adanya perbedaan prinsip yang berada di luar jalur kelamin yang berbeda. Ada pula bisa terjadi konflik, yang terjadi karena perbedaan kelamin, yang karena sesuatu sebab masih dipengaruhi anggapan lama bahwa kaum perempuan dianggap inferior dibandingkan kaum lelaki. Ada pula konflik yang disebabkan karena perlakuan yang dirasa tidak adil oleh kaum perempuan menghadapi manajer yang masih berpikir kuno dan mengetrapkan banyak larangan kepada karyawan yang berbeda kelaminnya. Bisa juga terjadi manajer perempuan mengerjakan sesuatu yang dianggap tidak pantas dikerjakan oleh kaum perempuan. Perbedaan seperti ini masih akan terjadi karena proses penyesuaian budaya memakan waktu yang relatif lama.

 Gerakan pendidikan dan tuntutan keseteraan gender dewasa ini mencapai suatu posisi yang sangat menentukan karena di hampir semua kabupaten, tuntas belajar sembilan tahun umumnya telah berhasil dengan baik sampai ke tingkat tamat SD. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akan berhasil sampai ke tingkat SMP sehingga dalam waktu singkat seorang manajer tingkat menengah akan menghadapi karyawan yang jenis kelaminnya berbeda, laki-laki dan perempan. Dalam waktu tidak lama lagi, mungkin kurang dari lima tahun, kesetaraan pendidkan akan mencapai tingkat SMA sehingga manajer tingkat menengah di masa depan juga akan menghadapi karyawan laki dan perempuan yang sama jumlahnya.

 Pada waktu kita menghadapi Hari Kemerdekaan yang ke 100 tahun, atau satu abad Indonesia merdesa, di tahun 2045, jumlah karyawan usaha besar dan jenis usahanya sangat rumit, juga akan terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pada saat itu pula jumlah manajer perempuan akan juga makin mendekati jumlah yang sama dibandingkan dengan jumlah manajer laki-laki, sehingga para karyawan laki-laki dan perempuan akan menghadapi suasana yang sangat lain dibanding dengan jaman nenek moyang terdahulu. Manajer perempuan diwaktu  Indonesia 100 tahun merdeka, akan menghadapi suasana dan budaya kantor lain dibandingkan dengan rekannya pada waktu ini. Manajer perempuan masa depan, sekitar tahun 2025, seratus tahun Indonesia merdeka, akan harus melihat stafnya yang beraneka ragam kelaminnya, sekaligus bervariasi latar belakang pendidikan dan latar belakang asal usulnya. Mereka bisa datang dari satu tanah air Indonesia, bisa juga datang dari negara lain yang menjadi bagian dari warga dunia yang bisa bekerja di mana saja dan ikut perusahaan apa saja.

 Karena itu lembaga pendidikan di Indonesia dewasa ini perlu bebenah dan sejak saat ini mempersiapkan anak didiknya, baik lekaki maupun kaum perempuan, dengan suasana baru yang akan dihadapi oleh suasana masa depan yang berbeda. Kalau mereka diberikan pendidikan seperti yang kita peroleh di masa lalu, maka generasi masa depan akan mengalami kemunduran. Pendidikan masa kini haruslah diisi dengan bahan-bahan ajaran yang diperlukan oleh anak bangsa ini setelah lulus dan menghadapi masa depannya. Calon manajer, termasuk calon manajer perempuan masa depan perlu tahan banting dan memimpin dalam keberagaman. Manajer perempuan masa depan perlu menjadi tenaga ahli yang berkarakter, unggul dan dapat mengatasi suasana multi etnik, latar belakang pendidikan yang berbeda-bea, termaduk latar belakang pendidikan suami yang berbeda dengan isterinya, kedudukan suami yang lebih rendah dari isterinya, serta latar belakang lain yang berbeda-beda karena dunia yang makin berubah.

 Manajer masa depan adalah manajer dengan pengetahuan yang unggul dan mutakhir serta mampu mengembangkan jaringan yang luas ke seluruh pelosok pulau termasuk ke manca negara dengan kemampuan menciptakan produk yang tidak saja tahan banting tetapi sanggup menghasilkan produk secara massal tetapi memenuhi kebutuhan masa depan yang sangat segar, dinamik dan sesuai dengan tuntuan jamannya. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin).