MEMPERTAJAM SASARAN UPAYA PEMBERDAYAAN

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Mulai bulan ini, sebagai awal tahun anggaran yang baru, Kementerian, Lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah serta berbagai kekuatan pembangunan lain akan bergerak dengan gegap gempita dalam pembangunan. Mengingat kondisi keluarga miskin di Indonesia masih sangat tinggi, sebelum menginjak kepada tahun politik yang akan diisi dengan gegap gempitanya kampanye pemilihan presiden dan anggota legislatif tahun yang akan datang, tahun ini tersisa waktu untuk membenahi cara-cara yang lebih sungguh-sungguh dalam memberikan perhatian pada upaya penanggulangan kemiskinan dengan prioritas, sasaran dan program yang dipertajam. Prioritas itu adalah upaya pemberdayaan agar dalam tahun politik nanti, para pelaku masyarakat yang mandiri dan tidak terlibat dalam kampanye politik bisa melanjutkan upaya penanggulangan kemiskinan sampai aparat baru terbentuk dan melanjutkan upaya yang berhasil.

 Selama ini pemain utama upaya penanggulangan kemiskinan adalah aparat pemerintah yang dengan komitmen yang tinggi melaksanakan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan dalam bentuk proyek-proyek yang dilaksanakan dengan gigih. Tiba waktunya untuk mengalihkan pelaksanaan upaya itu kepada swadaya masyarakat sebagai gerakan melalui pelatihan yang diperlukan dengan sungguh-sungguh dan memancingnya dengan anggaran inisiasi disertai pesan agar lembaga swadaya masyarakat mampu mengembangkan gerakan itu disertai dukungan swadana yang luas, sehingga upaya penanggulangan kemiskinan berlanjut dalam gerakan yang tetap gegap gempita disertai dukungan fasilitasi pemerintah yang biarpun mengendur tetapi sudah diikuti gerakan rakyat yang gegap gempita.

 Pada tingkat awal proses pengalihan menjadi gerakan itu tentu akan mempengaruhi kecepatan upaya penanggulangan kemiskinan, lebih-lebih karena upaya menggerakkan budaya gotong royong diantara sesama kekuatan masyarakat “dimatikan” dengan adanya sistem proyek yang ketat atau karena upaya penanggulangan kemiskinan yang mestinya jauh-jauh hari harus menjadi gerakan “sengaja diubah” menjadi kegiatan kontraktual yang konon dianggap mudah dikontrol dan bersifat “accountable”. Padahal akhirnya dana habis juga dikorupsi hampir tanpa rasa berdosa para pelakunya. Namun, sesukar apapun upaya menyegarkan jiwa gotong royong itu perlu dihidupkan kembali agar partisipasi masyarakat dalam gerakan yang biasanya sangat tinggi dapat dikembangkan lagi.

 Untuk itu, berbagai peraturan yang “melarang” penggunaan dana untuk memancing partisipasi masyarakat perlu diatur secara lebih transparan, sehingga rakyat biasa yang ingin menyumbangkan hibah tenaga, hibah rancangan dan pemikiran, serta hibah sebagian dari biaya operasional suatu proses pemberdayaan masyarakat sampai kepada upaya hibah pembangunan yang lebih kompleks, mendapat tempat yang wajar dan dihargai dengan baik. Para peserta gerakan tidak perlu dicurigai melawan pemerintah atau menyaingi pemerintah, melakukan kolusi dan sebagainya, asalkan aturannya dikembangkan dengan itikad yang baik dan pelaksanaannya transparan dan diawasi dengan jujur.

 Disamping itu perlu penajaman sasaran dan bentuk intervensi yang tepat untuk sasaran yang juga tepat. Kalau kita mempergunakan indikator yang diringkas oleh BPS sebagai ukuran atau indikator untuk menentukan keluarga miskin, maka perlu pelatihan yang sangat menyeluruh mulai dari proses perencanaan sampai proses operasional tentang intervensi apa saja yang perlu dan harus diberikan dalam mendampingi keluarga miskin mengikuti proses pemberdayaan dan sekaligus juga dukungan infrastruktur apa saja agar upaya pengentasan kemiskinan itu bergulir secara mandiri dan berlanjut menjadi budaya baru yang mendukung keluarga yang bahagia dan sejahtera. Pada tingkat awal keluarga miskin yang mengikuti proses pemberdayaan perlu dituntun, agar dengan disiplin tinggi mengikuti proses yang ketat seperti halnya anak SD yang harus menyelesaikan sekolah dasarnya dan baru pada tingkat lanjut boleh memilih proses yang lebih bebas manakala kemampuan nalarnya tambah tinggi seperti halnya mahasiswa yang memilih program studi sesuai selera hidup masa depannya. Pilihan yang ketat akan mempercepat terhapusnya keluarga miskin dan hampir miskin untuk akhirnya bersama-sama menjadi keluarga sejahtera yang mandiri. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin).