TUJUH OBAT PENAWAR UNTUK MAJU

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Atas permintaan Panitia Rakernas Program Kependudukan, KB dan KR 2013, khususnya untuk meneliti kenapa pembangunan kependudukan di Indonesia menghasilkan rapot dengan nilai merah, sekaligus mencarikan resep guna penyembuhannya, dalam arti harfiahnya, bagaimana menghilangkan nilai rapot merah dalam menyelesaikan target MDGs dalam bidang KB dan Kesehatan. Setelah dilihat secara seksama hasil penilaian Survey BPS yang terbaru, yang antara lain menjelaskan bahwa hampir semua target MDGs dalam bidang kependudukan gagal, misalnya angka fertilitas, yang dihitung dengan ukuran Total Fertility Rate (TFR), setelah selama tahun 1970-2000 terus menurun, dari angka 5,6 anak menjadi 2,3 anak, di tahun 2000-an naik lagi dan bertahan pada angka TFR sebesar 2,6 anak sampai sekarang.

 Sebagai sesepuh yang ikut mengantar program KB yang dicanangkan oleh Presiden HM Soeharto pada tahun 1970, mengantar program itu menjadi gerakan masyarakat, bisa melihat setidaknya ada tujuh persoalan yang segera perlu dibenahi agar kebanggaan bangsa yang pernah mencuatkan dan mendapatkan penghargaan dunia itu bisa kembali seperti dulu, sekaligus mengantar rakyat berjuang mengentaskan kemiskinan dengan tanggungan yang lebih kecil, agar setiap keluarga bertambah lincah, berkualitas unggul serta siap membangun bangsanya. Ke tujuh tanda-tanda “penyakit” yang perlu segera diberikan obat itu adalah komitmen Pimpinan semua tingkatan pemerintah yang rendah, jaringan yang sempit dan lemah, partisipasi yang tidak mendapat perhatian, komunikasi, informasi dan edukasi yang rendah, pelayanan yang terbatas pada kontrasepsi untuk keluarga miskin saja, pengentasan kemiskinan tidak dikaitkan secara terpadu dengan program kependudukan serta penghargaan yang dibatasi pada penggunaan alat kontrasepsi semata, bahkan dilebih-lebihkan pada alat KB untuk pria yang secara signifikan tidak menghasilkan dampak positif.

 Resep utama yang perlu digerakkan adalah bahwa Program Kependudukan masa depan harus menjadi bagian unggulan dari program dan gerakan pembangunan secara komprehensif tanpa kecuali. Partisipasi keluarga dalam pembangunan bukan hanya karena pembangunan pro rakyat, tetapi rakyat perlu dan harus dilibatkan dengan penghargaan yang wajar dan ikhlas. Resep lain yang mendapat tanggapan sangat positif dari Menteri Kesehatan dan jajaran Kementerian Kesehatan RI, intinya adalah bahwa Program Kependudukan dan Kesehatan pada posisi dewasa ini seharusnya berupa pemberdayaan keluarga yang harus diantar dan dijadikan gerakan nasional dengan melibatkan komitmen sebanyak mungkin pimpinan pemerintahan dan masyarakat di semua tingkatan secara gegap gempita. Pada setiap hari-hari besar dan acara memperingati hari-hari besar nasional harus ditonjolkan secara jelas, bahwa tujuan setiap program sektoral adalah meningkatkan dukungan pembangunan keluarga sejahtera yang sehat, cerdas dan bermutu agar setiap keluarga sejahtera dengan anak-anaknya menjadi penggerak dan pemelihara bangsa yang jaya, adil dan makmur.

 Komitmen yang kuat itu harus menghasilkan jaringan yang makin luas, bermutu dan dekat dengan rakyat tanpa ada upaya menghambat partisipasi yang ikhlas dan menjauhkan rasa curiga yang berlebihan. Tidak boleh lagi ada instansi pemerintah, atau organisasi masyarakat, yang merasa berhak dan bisa melakukan upaya pemberdayaan keluarga sendirian. Masalah yang dihadapi begitu kompleks, sehingga semua partisipasi harus dihargai dan diberikan kesempatan bergerak secara serentak dan berkelanjutan. Kegiatan informasi, edukasi dan komunikasi perlu digalakkan sampai ke tingkat pedesaan untuk menggugah partisipasi yang luas dan ikhlas di kalangan rakyat banyak. Tidak perlu ditakutkan partisipasi itu akan menyimpangkan tujuan sepanjang jaringan yang ada selalu diisi dengan masukan yang benar dan bermutu.

 Gerakan pembangunan keluarga sejahtera tidak boleh lagi dipersempit, sebagai gerakan pemasangan spiral atau keikutsertaan dalam vasektomi tubektomi dengan tawaran penghargaan yang berlebihan, tetapi justru harus diusahakan penghargaan kepada upaya pembangunan keluarga yang menghasilkan pemeran yang bermutu untuk membangun keluarga Indonesia yang sejahtera, mandiri dan mampu tampil sebagai kekuatan pembangunan yang tangguh. Forum pedesaan seperti Posdaya harus dihargai sebagai forum penggalang partisipasi yang dinamis dari masyarakat luas yang ingin ikut aktif dalam pemberdayaan keluarga yang mandiri. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin).