HARI KELUARGA NASIONAL

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Hari ini tanggal 29 Juni 2013, keluarga Indonesia bersama-sama memperingati Hari Keluarga Nasional tahun 2013. Hari Keluarga Nasional itu dicanangkan pada tahun 1993 setelah pada tahun 1992 dikumandangkan UU nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera sebagai UU yang pertama dikeluarkan di dunia untuk mengatur pembangunan keluarga sejahtera. Oleh karena itu tatkala naskah UU itu diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris dan disajikan pada Konperensi Kependudukan Dunia di Cairo pada tahun 1994 langsung mendapat penghargaan dunia dan diambil oleh banyak negara sebagai acuan pembuatan UU serupa untuk pembangunan keluarga di negaranya.

 UU itu dicetuskan sebagai payung untuk melanjutkan program KB yang dimulai secara resmi tahun 1970 dan pada akhir tahun 1990-an berhasil memperamping ukuran keluarga di Indonesia dari rata-rata 6 anak menjadi rata-rata 2 - 3 anak saja. Melalui perampingan ukuran keluarga, setiap keluarga lebih mudah bekerja keras mengantar keluarganya menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera.

 Tanggal 29 Juni diambil sebagai simbul komitmen keluarga Indonesia dengan mengacu pada peristiwa kembalinya Ibukota Negara Kesatuan RI yang sampai tahun 1949 masih diganggu oleh penjajah. Pada tanggal 22 Juni 1949 disepakati Ibukota, waktu itu Yogyakarta, dikembalikan kepada RI. Pada tanggal 29 Juni 1949 Ibukota RI secara resmi diserahkan kembali ke pangkuan RI. Pada hari itu secara resmi seluruh keluarga yang setia pada RI dan bergerilya di desa dan pegunungan kembali ke rumah masing masing membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera.

 Hari bersejarah itulah yang menjadi simbul bersatunya kembali keluarga Indonesia dalam Negara Kesatuan RI untuk berjuang secara gotong royong dengan semangat persatuan dan kesatuan membangun keluarga, tanah air dan bangsanya. Oleh karena itu Hari Keluarga Nasional bukan sekedar milik perorangan, tetapi seperti hari nasional lainnya, dianggap sebagai simbul yang sangat berarti dalam perjuangan bangsa. Hari yang disimbulkan sebagai kepeduian dan perjuangan bersama, kekuatan persatuan dan kesatuan keluarga, untuk dengan kekuatan bersama saling berbagi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan yang makin merata.

 Hari Keluarga Nasional tahun ini juga ditandai dengan ditunjuknya Kepala BKKBN yang baru, Prof. dr. Fasli Jalal, PhD SpGK, seorang Gurubesar, ahli gizi yang tatkala masih sebagai dokter muda "ditemukan" oleh BKKBN dan dikirim ke luar negeri untuk mengikuti pendidikan tinggi dan mendapatkan gelar Doktor dengan hasil gemilang. Sebelum memangku jabatannya sebagai Kepala BKKBN sempat bersilaturahmi dan dipesankan agar keluarga Indonesia, dalam rangka pembangunan keluarga yang berkelanjutan, setelah sebagian besar ber-KB, tidak hanya dibawakan kontrasepsi semata. Tawaran kontrasepsi saja pasti gagal seperti halnya selama 14 tahun terakhir. Kepala BKKBN dan seluruh jajarannya perlu memperkuat pembangunan keluarga yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1990-an dengan mengacu pada MDGs dan Inpres Nomor 3 tahun 2010. Pertama-tama perlu membangun budaya hidup sehat dan melanjutkan ber-KB dengan kualitas tinggi melalui pemeliharaan sarana dan kegiatan Posyandu di setiap desa dengan baik. Kedua, mendorong setiap keluarga menyekolahkan dan mengusahakan pemberian keterampilan kepada anak-anaknya agar sejak kecil berlatih kerja cerdas dan keras. Ketiga, mendorong setiap anggota keluarga mengikuti kursus keterampilan agar siap mengolah sumber daya alam yang melimpah dan siap menampung kesempatan kerja yang terbuka. Keempat, memelihara dan memanfaatkan lingkungan dengan membuat Kebun Bergizi di halaman rumahnya dan membuat lingkungan sekitarnya sejuk, nyaman dan penuh keakraban. Kelima, tidak sombong dengan selalu terbuka terhadap kritik dan saran serta menggalang kerjasama sesama kekuatan pembangunan dan ahli-ahli lain dari negara sahabat.

 Lebih dari itu diharapkan agar BKKBN bersahabat dan mengajak semua lembaga dan kekuatan pembangunan, di tingkat pusat dan utamanya di akar rumput, membaur, kalau perlu menjadi pelaku utama, minimal memfalitasi, pengisian dan pengembangan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) dengan berusaha keras menempatkan keluarga dan penduduk sebagai titik sentral pembangunan paripurna. Berusaha keras agar delapan fungsi keluarga yang utama, terutama pembangunan budaya keluarga sehat, ikut KB, cerdas, terampil, bekerja dan sejahtera, menjadi acuan utama dengan mengukur keberhasilan pembangunannya melalui indikator MDGs yang disepakati para pemimpin dunia secara konsekuen. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin).