MENGEMBANGKAN POSDAYA BUDAYA

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Posdayase bagai forum bersama, dalam bahasa popular disebutl ingkaran besar, ternyata dalam dinamikanya yang unik mampu mempersatukan lingkaran-lingkaran kecil di sekitarnya. Posdaya menggetarkan nilai kegotongroyongan dengan mengajak berbagai lingkaran kecil meramu keunikan sebuah desa menjadi untaian ratna mutu manikam yang sangat indah dan berbudaya.

Kumpulan keindahan itu menjadi asset yang menarik dan menghasilkan keinginan kalangan luas untuk menikmatinya dan mengantar keuntungan bagi kesejahteraan rakyatnya.

 Nun di Desa Giwangan, Mrican, di Yogyakarta, suatu desa yang tidak terkenal ternyata mempunyai banyak keluarga yang berbakat. Suatu ketika Desa itu kedatangan beberapa Mahasiswa yang mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Posdaya dari Universitas Janabadra, yang dipimpin oleh Dr. Ir. Suharjanto, MSCE,  sebagai Rektornya dan Dr. Cungki Kusdarjito PhD, sebagai Wakilnya.

 Para mahasiswa menganjurkan pembentukan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) sebagai forum silaturahmi untuk menyegarkan budayagotongroyong memanfaatkan kearifan local sebagai modal pengembangan upaya preventif dalam bidang kesehatan, untuk menggalakkan pendidikan, mengembangkan kemampuan untuk wirausaha dan mengambil manfaat lingkungan yang menguntungkan dengan tetap memelihara kelestariannya.

 Masyarakat dan keluarga Giwangan, Mrican, di Yogyakarta itu rupanya tidak saja tanggap tetapi berfikir lebih jauh dan bekerja dengan cerdas, berkecepatan tinggi serta keras sehingga pada bulan Oktober tahun 2011 itu segera terbentuk sebuah Posdaya yang diberinama Posdaya Giwang Barokah. Pengembangan awal yang “barokah” itu dibimbing dengan cermat dan penuh pengertian oleh Pak Camat AgusSunarto. Dalam satu tahun terakhir ini bimbingan yang positif itu dilanjutkan dengan baik oleh Pak Camat Marjuki, sehingga perkembangan jumlah dan kualitas Posdaya berjalan lancar.

Dari hari kehari Posdaya bertambah menjadi Sembilan buah di desa yang makin marak tersebut. Yang luar biasa, menurut Ibu Wikadari LPM Universitas Janabadra, adalah bahwa Posdaya itu, disamping kegiatan pokok yang sama untuk mengantar keluarga sehat, cerdas, terampil dan saying pada lingkungan sekitarnya, setiap Posdaya makin mengembangkan dirinya menjadi Posdaya dengan sifat khusus yang menarik.

 Ada Posdaya yang menjadi pusat pengembangan pelayanan kesehatan preventif dan menjadi contoh Posdaya lainnya untuk belajar. Ada Posdaya yang dengan cepat membentuk pusat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sehingga menjadi contoh pengembangan PAUD di tempat lainnya. Ada Posdaya yang secara khusus mengembangkan upaya kegiatan ekonomi kreatif seperti pembuatan batik dan sekaligus menjadi tempat pelatihan bagi keluarga dari daerah lainnya. Ada pula yang mengembangkan ketrampilan anak-anak untuk mendalami Al Qur’an sehingga menghasilkan peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang kebetulan ahli tari menari, secara spontan dan sukarela membuka pelatihan ulah tari yang menarik anak muda untuk mendalami budaya yang banyak ditinggalkan.

 Kegiatan anekaragam itu menimbulkan gagasan untuk mengembangkan Posdaya Giwang Pesona atau Posdaya Budaya yang mengkombinasikan berbagai kegiatan itu dalam suatu kaitan untuk menarik wisatake Desa Giwang dengan berbagai penyajian yang menarik. Ibu Budi Wahyunidari UPN, yang kebetulan tinggal di Desa Giwangan menjadi perekat untuk mewujudkan cita-cita itu menjadi kenyataan. Jumlah perguruan tinggi dan mahasiswa yang terjun ke Desa Giwangan juga bertambah dari waktu ke waktu. Kalau pada awalnya mahasiswa KKN tematik Posdaya hanya berasal dari Universtas Yanabadra, pada waktu ini telah bertambah dengan keikutsertaan mahasiswa KKN tematik Posdaya dari Universitas Gajah Mada dibawah Pimpinan Prof. Dr. Supratman. Kelengkapan perguruan tinggi dan mahasiswa dari berbagai fakultas dan program studi itu menambah variasi yang menarik bagi masukan untuk maju bagi berbagai Posdaya yang motivasinya makin meluas dan dinamik.

 Spesilaisasi yang akhirnya mendorng Posdaya di Desa Giwangan itumenjadi Posdaya Budaya memberikan petunjuk bahwa produksi kegotongroyongan masyarakat menghasilkan produk laku jual bukan hanya untuk masyarakat berkebutuhan sederhana seperti makanan dan minuman, tetapi, biarpun produsennya keluarga sederhana, target produksinya adalah masyarakat tingkat menengah dan atas yang kebutuhannya, sesuai dengan Hukum Maslow, sudah jauh lebih tinggi dari makanan dan minuman. Kekhususan Posdaya juga berkembang menjadi Posdaya yang diberinama sesuai kegiatan utamanya seperti Giwang Elok, Giwang Ayu, Giwang Sekar, Giwang Kreatif, Giwang Siaga, Giwang Merti Sungai, Giwang Edukasi, Giwang Rohani dan Giwang Ceria. Masing-masing nama bernuansa budaya seakan melambangkan cita-cita utama anggotanya untuk memamerkan Desa yang cantik, penuh keindahan, lingkungan tertata rapih dan bersih serta mempunyai sungai yang juga menjadi tempat pemeliharaan ikan untuk hiburan memancing, ceria bersenang-senang sambil dihibur tarian tradisional dengan iringan gamelan dan lagu tembang yang dinyanyikan dengan lembut memukau.

 Dalam “ujicoba”, setengah demonstrasi, minggu lalu KetuaYayasan Damandiri diundang ke Giwangan. Begitu sampai langsung disambut upacara sedrhana dinaikkan “andong” (kereta tradisional), yang didepannya diiringi anggota Posdaya lansia menaiki sepeda ontel kuno dalam perjalanan pendek keliling kampung yang dihias dengan umbul-umbul seakan ada pejabat kerajaan yang sedang lewat. Rombongan itu diiringi nyanyian lagu tradisionil yang dimainkan oleh lebih dari sepuluh lansia perempuan yang menabuh“lesung” (tempat menumbuk padi kuno) sebagai instrument musiknya. Para pemainnya yang lansia dan sebagian sudah ompong, menyanyi dengan suara serak-serak sayup. Indah dan mempersona. Selamat untuk Posdaya Budaya dari Giwangan. (Prof. Dr. HaryonoSuyono, KetuaDamandiri).