MENGUBAH HALAMAN MENJADI PANGAN

Oleh:

?Prof Haryono Suyono

Dalam rangkaian peringatan Hari Lanjut Usia Internasional, Panitia Nasional yang dipimpin oleh Prof. Dr. Haryono Suyono, dan sehari-harinya dipimpin langsung oleh tokoh dinamik Ibu Dra. Eva Sabdono, MBA, telah melakukan berbagai kegiatan yang luar biasa. Setelah pada pada tanggal 23 September 2011 menggelar acara khusus selama satu setengah jam di TVRI Nasional dengan para penyanyi dan penari lansia serta anak-anak penyandang masalah sosial dengan didampingi Menteri Sosial RI, Kepala BKKBN dan tokoh lainnya, selama satu bulan terakhir ini berhasil menarik berbagai perhatian yang luar biasa.

Dengan penuh keakraban seluruh anggota Panitia telah diterima oleh Menteri Sosial dan Menteri Kesehatan yang mengapresiasi prakarsa untuk memanfaatkan momentum Hari Lanjut Usia Internasional menggerakkan perhatian yang lebih tinggi terhadap kemampuan para lansia yang di dunia jumlahnya mencapai sekitar 600 juta s/d 1 milyar jiwa. Di Indonesia jumlahnya makin mendekati tidak kurang dari 25 juta jiwa. Menko Kesra RI. Dr. Agung Laksono, dalam pertemuan dengan Ketua Umum Panitia, Prof. Dr. Haryono Suyono, juga menyatakan apresiasi yang tinggi atas prakarsa untuk membuka kesempatan bagi penduduk lansia yang masih kuat dan mampu memberikan sumbangan terhadap pembangunan di tanah air. Menko Kesra menyatakan bahwa pemerintah, melalalui Kementerian Sosial maupun Kementerian Kesehatan telah bertekad secara bertahap membantu meringankan penderitaan penduduk lansia yang sakit atau sangat tidak mampu karena berbagai alasan.

Digambarkan kepada Menko dan para Menteri bahwa di banyak negara yang kebetulan generasi mudanya yang masih mempunyai anak-anak kecil terkena penyakit HIV/AIDs serta meninggal dunia sebelum anak-anaknya dewasa, kakek dan neneknya yang masih hidup tetapi sudah lansia, berubah menjadi “orang tua penerus” mengurusi cucu-cucunya menyiapkan masa depannya dengan mengurusi segala keperluannya. Para lansia seakan menjadi muda kembali karena harus mengurus anak-anak kecil dan remaja pada saat sebenarnya harus beristirahat dan menikmati hari tuanya.

Di negara maju lain seperti Jepang, Korea, Amerika Serikat dan banyak negara di Eropa, dimana masa lansia sangat panjang, penduduk lansia kembali sekolah pada lembaga Silver College untuk menyiapkan diri dalam “kesempatan hidup kedua” yang pilihannya paling cocok dengan cita-citanya. Kalau pada usia muda terpaksa bekerja apa saja untuk menghidupi anak-anak dan isterinya, maka pada masa lansia bisa memilih dan menikmati hasil pensiunnya untuk sekolah dan memilih pekerjaan atau second chances dengan pilihan sesuai dengan keinginan dan kebahagiaannya menikmati masa lansia yang makin panjang. Pekerjaan sosial kemanusiaan yang memberi kepuasan batin biasanya menjadi pilihan yang sangat mengasyikkan.

Sejalan dengan pengalaman di negara-negara maju itu, minggu lalu sekitar 100 lansia dan para aktifis serta pimpinan pemerintah daerah yang bertanggung jawab tentang urusan lansia di Indonesia bertemu di Jakarta. Pertemuan yang mengasyikkan itu diisi dengan berbagai acara pencerahan oleh para ahli untuk melihat phenomena baru yang berkembang di Indonesia. Phenomena itu makin lama makin mendekati keadaan yang terjadi di negara maju yang memiliki jumlah penduduk lanjut usia diatas angka 10 – 15 persen. Beberapa daerah seperti Yogyakarta, Sulawesi Utara dan DKI Jakarta telah memiliki lansia yang jumlanya mendekati atau lebih dari 10 persen. Dalam kondisi seperti ini masa lansia juga bertambah panjang dan jumlah penduduk lansia yang potensial juga makin mendekati atau bahkan melebihi 80 persen dari penduduknya.

Tidak seperti biasa, acara yang digelar minggu lalu dimulai dengan “pertemuan politik” dengan para Menteri dan Menko untuk menjelaskan situasi baru yang berkembang di dunia maupun yang berkembang di tanah air. Pertemuan itu dilanjutkan dengan silaturahmi kepada para anggota DPR RI untuk meminta perhatian yang lebih tinggi terhadap para lansia, tidak saja dengan “memberi belas kasihan” kepada sekitar 20 persen lansia yang sakit-sakitan atau menderita karena miskin, tetapi juga dukungan fasilitasi melalui berbagai SKPD yang ada agar peran para lansia dalam pembangunan tetap mendapat tempat dan penghargaan yang wajar. Oleh karena itu selama pertemuan di Jakarta acaranya digelar berbeda dengan pertemuan di masa lalu. Mereka disambut dengan pameran dagang, kesenian dan budaya, serta kegiatan pelatihan untuk memungkinkan agar mereka bisa kembali aktif sebagai penduduk yang sehat dan produktif. Mereka diajak merubah lahan halaman rumah menjadi Kebun Bergizi agar secara langsung dapat memanfaatkan ribuan lahan halaman yang luas maupun yang sempit menjadi sumber sayuran dan gizi keluarga.

Mereka diajak menjadi penggerak pendidikan PAUD untuk cucu-cucunya selama anak-anak mereka, laki perempuan yang masih muda keduanya bekerja di luar rumah. Mereka tidak perlu merasa malu menjadi MC atau momong cucu, atau menyerahkan kepada para pembantu untuk urusan pendidikan anak usia dini. Para lansia yang masih potensial diajak kembali kuliah di Silver College yang mulai mekar di berbagai daerah agar bisa menjadi pendamping anak-anak balita atau anak usia dewasa, tetapi juga mendampingi cucu-cucunya memahami nilai-nilai budaya luhur yang diwariskan nenek moyang dan sesepuh bangsanya. Mereka dianjurkan berlatih dan memahami budaya dan seni nenek moyangnya serta menjadi penggemar kesenian nasional yang handal. Dengan cara itu lansia Indonesia bisa menjadi pendamping cucu-cucunya menikmati kesenian dan budaya tradisional bangsanya.

Disamping itu, para peserta dilatih membangun Kebun Bergizi di Taman Mekar Sari oleh tenaga ahli yang kompeten. Harapannya para lansia akan menjadi penggerak dalam lingkungan Posdaya di desa untuk mengubah lahan menjadi sumber pangan yang bergizi. Lansia Indonesia masa depan akan tetap berkiprah membangun bangsanya. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Mantan Menko Kesra dan Taskin).