Mengamankan dan Mengembangkan Jaringan Semut

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Minggu lalu, pada akhir bulan, bertepatan dengan kesibukan Presiden baru, Joko Widodo dan Wakil Presiden baru, Jusuf Kalla, memilih dan menyiapkan Kabinet barunya, Universitas Trilogi di Jakarta, mengadakan pertemuan khusus dengan mengundang Kepala Bulog. Ir. Sutarto Alimoeso. Undangan itu ditujukan untuk memaparkan gagasan beliau dalam mengamankan dan mengembangkan jaringan distribusi pada tingkat pedesaan. Jaringan pedesaan itu menghasilkan julukan baginya sebagai Jendral Semut karena Sutarto berpendapat bahwa hanya jaringan yang luas dan dekat dengan rakyatlah yang bakal mampu memperkuat dan mengembangkan kedaulatan pangan di Indonesia dengan jumlah keluarga yang melimpah dan tersebar luas.

 Gagasan, kebijakan dan kegiatan operasional yang dilakukannya dengan membuka secara luas jaringan pada tingkat kabupaten/kota, kecamatan dan desa di Indonesia itu menghasilkan pelayanan pembelian beras untuk stok nasional yang aman biarpun produksi beras tidak mencapai nilai yang dianggap wajar karena kenaikannya relatif kecil. Jaringan semut yang luas mampu membeli beras langsung dari penggilingan rakyat yang jumlahnya melimpah sehingga persediaan beras untuk tahun ini dan tahun depan dianggap kuat dan tidak membahayakan.

  Jaringan semut Bulog itu sejalan dengan pengembangan usaha mikro yang sedang dilakukan oleh Yayasan Damandiri bersama Universitas Trilogi dan tidak kurang dari 286 Perguruan Tinggi lain yang menggalang kerjasama dengan Yayasan Damandiri. Upaya ini  dilakukan melalui Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) pada sekitar 35.000 kelompok di desa dan dukuh di seluruh Indonesia. Jaringan puluhan ribu Posdaya itu, setelah berhasil menyegarkan kembali budaya hidup gotong royong, mulai mengembangkan forumnya membentuk unit-unit ekonomi guna menopang dan mengantar keluarga yang menjadi anggotanya makin mandiri pangan dan kebutuhan dasar lainnya. Tidak jarang Posdaya itu mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan mengolah sumber daya yang melimpah di sekeliling kebunnya atau yang ada di wilayah desanya.

 Keluarga desa makin cerdas, tidak saja memetik hasil tanamannya, tetapi memetik, mengolah, mejual dan akhirnya mendapatkan untung dari upayanya itu. Mereka singkatkan kerja itu menjadi Pelaju, petik, oleh, jual dan untung, sehingga, dengan bantuan mahasiswa melalui kuliah kerja nyata (KKN), keluarga desa mulai mengenal tehnologi sederhana untuk mengolah hasil sumber daya alam yang melimpah menjadi produk yang menarik dan laku jual serta membawa untung, menambah pendapatan keluarganya.

 Pada saat keluarga desa makin mampu, para mahasiswa yang dikirim melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN tematik Posdaya) ikut menjadi makin cerdas. Mereka tidak mengisi kegiatan keluarga yang makin menganut hidup gotong royong dengan sembarang masukan, tetapi mengarahkannya mulai dengan kegiatan produksi berbasis bahan baku yang melimpah. Beberapa tenaga dosen dan mahasiswa melakukan penelitian pasar. Mahasiswa mencoba mengetahui kebutuhan keluarga di desa dan akhirnya mengadakan promosi kepada keluarga yang bergerak dalam sektor produksi agar mengembangkan produk yang dibutuhkan keluarga lain di desa. Produksi keluarga diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. Bersamaan dengan itu, ditawarkan produk baru yang belum diminati sebagai upaya demand creation, atau menciptakan pasar yang baru. Strategi ini menarik karena para mahasiswa juga menuntun keluarga desa melalui dukungan tehnologi tepat guna, memberdayakan keluarga di desa serta akhirnya membangun keluarga yang gotong royong dan peduli terhadap keluarga yang masih tertinggal. Kombinasi upaya pemasaran yang dikemas dengan tujuan sosial ganda itu mendapat perhatian rakyat banyak.

 Melalui dukungan permodalan sederhana, anjuran tabungan dan kredit mikro yang disebut Skim Tabur Puja, keluarga miskin dengan sistem tanggung renteng bisa meminjam modal untuk mendirikan warung Posdaya di desa. Melalui warung-warung inilah kemudian gagasan dan impian Kepala Bulog, Sutarto Alimoeso, sudah mulai dilaksanakan di beberapa kabupaten seperti di Bantul, Kulon Progo, Pacitan, Cilacap, Purbalingga, Indramayu, Bogor, Malang, Bangli, Padang dan Solok. Proses pengembangan jaringan semut mulai merambah Posdaya di daerah-daerah itu menjadi jaringan semut yang makin kokoh.

 Prospek adanya tidak kurang dari 35.000 jaringan Posdaya yang dibina oleh tidak kurang dari 286 Perguruan Tinggi di Indonesia itu mengilhami Kepala Bulog untuk mengembangkan synergy dengan jaringan Bulog Mart yang sedang dikembangkan oleh Bulog di seluruh Indonesia. Sinergy itu akan mengahasilkan kemudahan bagi semut-semut keluarga Indonesia untuk membangun jaringan semut yang dikelola oleh rakyat kecil, mungkin masih pra sejahtera, sebagai pelaku pemangunan yang diperhitungkan. Insya Allah. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri, www.haryono.com).