GEBRAKAN PASAR POSDAYA DI SEMARANG

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

 Lomba Posdaya yang penilaian akhirnya dijatuhkan bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Yayasan Damandiri tanggal 15 Januari 2015 nanti, dewasa ini sudah memasuki babak pemilihan unggulan pada tingkat koordinator perguruan tinggi di tingkat Provinsi. Para unggulan tingkat kabupaten/kota disejajarkan dengan unggulan dari wilayah yang sama, sehingga dapat dipilih calon-calon yang diajukan pada tingkat nasional di bulan Desember dan awal Januari 2015. 

 Keberadaan dan kegiatan Posdaya dari suatu wilayah koordinasi diukur bukan karena kehebatannya secara fisik sebagai forum silaturahmi, tetapi utamanya pada dampak mengajak partisipasi keluarga dari desa yang bersangkutan untuk bergabung pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam lingkaran kecil seperti Posyandu untuk kegiatan di bidang kesehatan, sekolah PAUD untuk kegiatan di bidang pendidikan, pelatihan ketrampilan untuk kegiatan di bidang wirausaha serta apakah keluarga anggota Posdaya itu mengolah halaman rumahnya menjadi Kebun Bergizi. Dilihat juga secara cermat apakah upaya penyegaran budaya hidup gotong royong berhasil ditumbuhkan kembali yang ditandai dengan meningkatnya kepedulian dari keluarga mampu kepada keluarga yang pra sejahtera atau keluarga dengan disabilitas.

 Penilaian dalam lomba ditingkat daerah dilakukan oleh penilai yang berasal dari kalangan perguruan tinggi dan praktisi Posdaya di setiap daerah Posdaya, sehingga bisa dihasilkan wakil-wakil dari masing-masing wilayah. Lomba ini sekaligus diberlakukan untuk melihat keadaan lapangan dari sekitar 35.000 Posdaya yang telah dibentuk dan dibina oleh berbagai perguruan tinggi atau aparat pemerintah daerah dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Lomba ini tidak mencari kesalahan atau menghukum Posdaya yang kurang aktif tetapi semata-mata ingin memberikan apresiasi bagi Posdaya yang dianggap unggul dan dapat  menjadi rujukan bagi kelompok masyarakat lain yang memerlukan rujukan dalam membangun Posdaya untuk mendongkrak kegiatan pemberdayaan masyarakat di daerahnya. 

 Dalam kegiatan penilaian tingkat Korwil di Semarang, seperti kegiatan Posdaya pada umumnya, direncanakan pameran produk-produk hasil kegiatan ekonomi dari keluarga yang tergabung dalam Posdaya di masing-masing desanya. Pada saat-saat akhir, dianjurkan agar acara “pameran Posdaya” itu dirubah menjadi ajang jual beli produk yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi dari setiap Posdaya yang diundang. Gagasan ini muncul dari pengalaman masa lalu bahwa dalam setiap pameran selalu saja ada peminat untuk membeli produk yang dipamerkan. Panitia biasanya kikuk untuk menjual produknya karena lupa tidak mencantumkan harga jualnya. Acara Pameran dirubah menjadi “Pasar Posdaya” dimana seluruh produk yang dipamerkan diberi “harga” dan boleh dibeli untuk dimiliki oleh mereka yang berminat.

 Pengalaman menggelar Pasar Posdaya di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu sungguh menggembirakan karena semua produk yang dipamerkan dibeli habis oleh para pengunjung, sehingga seluruh pengisi stan pasar tidak perlu lagi membawa pulang barang-barang produksi yang dipamerkan di masing-masing lapak yang disediakan oleh panitia. Atas dasar pengalaman itu rekan rekan di Yogyakarta sudah berketetapan untuk menyelenggarakan Pasar Tugu seperti itu bukan saja pada hari Sabtu dan Minggu, tetapi setiap pagi di kampungnya dengan bergiliran siapa yang harus mengisi lapak karena kecepatan produksi belum sebanding dengan frequensi dibuka pasar setiap hari. Kalau kemampuan produksi makin tinggi ada kecendurungan bahwa pasar akan dibuka di beberapa RW sesuai kemampuan Posdaya untuk menggelar produknya.

 Pengalaman Yogyakarta, Bogor dan Lebak juga menunjukkan bahwa minat keluarga di desa sendiri untuk menghadiri Pasar Posdaya tinggi. Mereka ikut membeli produk hasil tetangganya dan minta disediakan juga produk untuk keperluan sehari-hari. Itulah sebabnya mulai dari Semarang diajak serta Bulog Mart ikut terjun dalam Pasar Posdaya menyajikan komoditas beras, minyak, gula dan terigu yang menjadi komoditas fast moving karena dibutuhkan oleh keluarga pada umumnya dengan harga murah. Pasar Tugu memenuhi kebutuhan penduduk kota akan produk desa yang murah dan sekaligus memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dengan harga yang terjangkau. Pasar Tugu atau Pasar Posdaya menolong keluarga desa menjadi Pemasok dari jaringan semut, jaringan yang menyemut di tingkat pedesaan yang mampu mengusai produknya dan menjualnya kepada khalayak ramai dengan menjadikan produsen desa pemain yang unggul di desanya. Pamong dan para pejabat pemerintah memberikan dukungan yang lumayan karena semuanya bertekad untuk mengentaskan keluarga pra sejahtera dari lembah kemiskinan. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri , www.haryono.com).