HARI PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Hari ini, 2 Mei 2015, adalah Hari Pendidikan Nasional. Di seluruh tanah air semua komponen pendidikan hampir pasti memperingati hari yang sangat bersejarah ini dengan penuh kebanggaan. Para orang tua sangat bersyukur bahwa melalui pengorbanan dengan mengirim anak-anaknya ke sekolah, anak-anak itu berubah menjadi sosok manusia yang sangat berbeda dengan orang tuanya dalam hal pengetahuan yang dikuasinya. Anak-anaknya menjadi manusia yang tidak saja pandai membaca dan menulis, tetapi cerdas menghadapi masa depan dan merubah hidupnya menjadi manusia yang bisa dengan rasa syukur dan bangga menikmati ciptaan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, menjadi sesuatu yang berguna untuk kehidupan bangsa.

 Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, yang mengarahkan perjuangan terfokus pada bidang pengajaran dan pendidikan itu mendasarkan kepercayaannya atas anggapan bahwa perjuangan melalui perang hanya akan diperoleh kemerdekaan secara fisik, yaitu lepas dari penjajahan. Akan tetapi, perjuangan melalui pengajaran dan pendidikan dapat diperoleh kemerdekaan secara total, yaitu merdeka secara fisik, merdeka pikirannya, dan merdeka batinnya. Lebih lanjut ditegaskan almarhum bahwa pendidikan yang diberikan haruslah memberi pembekalan yang luas dalam kecakapan hidup (life skills) sehingga rakyat, dalam istilah beliau, dapat makarya, yang menurut pendapat kami akan mengantar rakyat banyak menjadi keluarga dan masyarakat yang bahagia dan sejahtera secara mandiri.

 Secara filosofis Ki Hadjar Dewantara juga memberikan pesan bahwa melalui pendidikan yang bermutu dan ditujukan secara luas kepada sebanyak-banyak rakyat, akan tumbuh kebersamaan yang sangat luas, adil dan menimbulkan gerakan yang cerdas sehingga rakyat banyak bisa bersama-sama mengenyam kesejahteraan yang lebih merata. Tekanan Ki Hadjar Dewantara pada rakyat banyak dan kebersamaan itu dilandasi oleh kekecewaan dan keprihatinan yang mendalam akan nasib dan kekuatan yang dimiliki rakyat banyak pada masa itu. Kita kutip : “Pengajaran gubernemen, yang seolah-olah dijadikan contoh dan umumnya dianggap sebagai usaha untuk menjunjung derajad kita, sudah ternyata tak memberi penghidupan pada kita, yang sepadan dengan cita-cita kita sebagai rakyat yang berusaha akan mendapat keselamatan. Hingga kini nasib kita semata-mata hanya memberi manfaat kepada bangsa lain. Pengajaran yang kita terima dari pemerintah (Belanda) itu pertama kali sangat kurang, kedua kalinya sangat mengecewakan sebagai alat pendidikan rakyat”.

 Pandangan Ki Hajar Dewantara itu menjadi pegangan bagi bangsa Indonesia yang dengan gigih berjuang dan menempatkan pendidikan sebagai soko guru yang luar biasa dalam rangka memajukan bangsa. Sejak Presiden Soeharto memimpin bangsa ini mulai tahun 1970-an perhatian terhadap pendidikan meningkat tajam. Banyak kegiatan yang belum atau tidak disediakan anggarannya melalui APBN diberikan dukungan dengan anggaran yang ditampung dalam berbagai Inpres dan pendirian berbagai Yayasan yang memberi dukungan kepada bidang pendidikan dengan sangat besar. Bahkan secara khusus digerakkan kegiatan kemasyarakatan untuk memberi dukungan kepada keluarga miskin agar bisa mengirim anak-anaknya ke sekolah melalui dukungan dana, pakaian dan peralatan sekolah lainnya melalui sumbangan sukarela dari seluruh jajaran anak bangsa yang peduli sesamanya. Perhatian itu dibuktikannya dengan tanpa pandang bulu sehingga beratus ribu mahasiswa dan anak SD, SMP, SMA sampai dewasa ini tetap diberikan beasiswa Supersemar dan akhirnya menamatkan pendidikan tingkat tinggi.

 Perhatian pak Harto itu bukan yang pertama atau satu-satunya. Jauh sebelum kita merdeka, disamping Ki Hajar Dewantara, banyak sesepuh bangsa yang perjuangannya diarahkan melalui pengembangan sumber daya manusia dengan gegap gempita. Kita kenal Ki Ahmad Dahlan yang berjuang melalui kegiatan yang sama intensifnya melalui Gerakan Muhammadiyah yang melahirkan banyak sekali sekolah-sekolah dan bahkan dewasa ini telah berkembang menjadi banyak sekali perguruan tinggi yang tersebar luas di seluruh wilayah dengan kualitas yang tidak kalah dengan perguruan tinggi negeri.

 Perjuangan bangsa besar seperti Indonesia sungguh tidak bisa dilakukan tanpa kekuatan sumber daya manusia yang harus diasah melalui pendidikan dan pengajaran yang bermutu. Disamping itu, sumber daya manusia itu perlu diberi bekal kekuatan karakter yang cinta kepada bangsa dan negaranya. Anak didik yang berbudaya, anak didik yang cinta dan peduli kepada keluarga dan kepada sesama anak bangsa lainnya. Anak bangsa yang dalam sikap, pikiran dan langkah-langkahnya akan siap mengembangkan suatu Tim yang kuat, suatu Super Tim, suatu Tim yang kompak karena cinta dan kasihnya kepada sesama dan karena keinginannya untuk menyumbang kepada kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh anak bangsanya. Selamat Hari Pendidikan Nasional 2015. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri, www.haryono.com).