KAUM PEREMPUAN PEDULI ANAK BANGSA

Oleh: Prof Dr Haryono Suyono

Bulan April dikenal sebagai salah satu simbul kebangkitan kaum perempuan karena bertepatan dengan tanggal 21 April, Hari Lahir ibu kita Kartini. Kita patut bersyukur bahwa banyak sekali penerus Kartini sangat peduli terhadap perkembangan anak bangsa yang aktif dalam sosialisasi dan pembentukan Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) di seluruh Indonesia. Dari kawasan timur sampai ke barat muncul tokoh-tokoh muda dinamis seperti Ibu Dr. Sudarti, MKes dari Jember, Ibu Dr. Mufidah Ch. dari Malang, Ibu Hj. Prantasi Harmi Tjahjanti,SSi,MSi dari Sidoarjo, Ibu Dra. Rita Yuliastuti, MSi dari Tuban, Ibu Djuwartini, SKM, MM dari  Surabaya, Ibu Dra. Sri Murtiningsih, MS, Ibu Dra. Wien Sukarsi dan Ibu Dra. Eko Heri Widiastuti, M.Hum dari Semarang,  Ibu Dra Mamik Indaryani MS dari Kudus, Ibu Dra. Atiek Prihadi, MSi dan Ibu Dra. Yuni Pratiwi, MM dari Yogyakarta, Ibu Hj. Badingah, SSos dari Gunungkidul, Ibu Dra. Sri Harmintati, MSi dari Kulonprogo, Ibu Dra. Katiyah, MSi dari Bandung, Ibu Dr. Ir. Illah Saillah, MS dan Ibu Dr. Ir. Panca Dewi Manuhara, MS dari Bogor, Ibu Ir. Zasmeli, MP dari Padang, dan Ibu Ir. Dwi Listyawardani, MSc. dari Pontianak, dan masih banyak lagi tersebar di kota dan di desa.

 Ibu-ibu muda yang namanya disebut diatas, umumnya datang dari kalangan perguruan tinggi. Disamping itu banyak lagi Ibu-Ibu lain dari pedesaan yang tingkat pendidikannya tidak selalu dari perguruan tinggi tetapi semangat dan dedikasinya sungguh luar biasa. Sebagai contoh ada dua orang Ibu dari Gungungkidul, yang namanya tetap dipertahankan dengan akhiran “…yem”, yang menandakan nama asli dari desa. Kedua ibu itu dengan bangga menyatakan tidak ingin merubah namanya berciri perkotaan, tetapi dedikasinya sungguh luar biasa. Ibu-ibu tersebut menyatakan telah lebih dari 20 tahun menjadi kader pembangunan di pedesaan. Mereka telah ikut aktif dalam gerakan KB di desanya, mendirikan Pos KB Desa, aktif dalam UPPKS di pedesaan dan sekarang sedang merintis pengembangan Posdaya yang diyakininya merupakan Pos Pemberdayaan yang lengkap untuk mengantar keluarga desa menjadi sejahtera dan mandiri.

 Perempuan-perempuan muda dari kalangan perguruan tinggi, atau perempuan yang barasal dari kota dan desa yang peduli terhadap anak bangsa itu yakin bahwa Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) merupakan wahana untuk menyegarkan kembali modal sosial kebersamaan dan gotong royong yang sedang terkoyak oleh arus modernisasi yang mengalir secara dahsyat di banyak negara berkembang. Mereka yakin bahwa melalui silaturahmi dan pendekatan kebersamaan yang dipupuk dengan tekun, Posdaya bisa menjadi wahana untuk membangkitkan upaya pengentasan kemiskinan. Para anggota Posdaya bisa diajak memberikan perhatian kepada sesama anak bangsa yang terpuruk dengan memunculkan upaya pengentasan kemiskinan secara sistematis, dan diolah dengan penuh kasih sayang saling bertanggung jawab. Perhatian tokoh-tokoh muda perempuan yang penuh kasih sayang kadang melebihi kehadiran pemimpin formal yang datang membawa proyek besar yang dengan “paksa” sering menjadikan keluarga pedesaan harus nurut karena tekanan target yang segera harus diselesaikan. Pemimpin perempuan peduli itu tidak diburu target tetapi datang dengan uluran tangan pemberdayaan untuk mendorong kemajuan lokal yang lebih lestari.

 Kahadiran tokoh-tokoh perempuan itu sekaligus membuktikan bahwa cita-cita Ibu Kartini bisa dilaksanakan melalui gerakan masyarakat dengan dipimpin kaum perempuan, bukan lagi monopoli kaum lelaki pada tingkat tinggi atau pada akar rumput. Hari-hari ini makin banyak calon pemimpin perempuan yang aktif bergerak pada akar rumput yang mempunyai gagasan dan ketrampilan gemilang tetapi belum tampil ke permukaan karena merasa belum menemukan atau belum berada pada posisi yang menguntungkan.

 Ada juga beberapa pribadin yang berani mengambil prakarsa. Bulan lalu, dalam rangka pengembangan Posdaya, berturut-turut Srikandi pada tingkat pimpinan daerah, Bupati Gunung Kidul, Ibu Hj. Badinah, SSos, dan Gubernur Banten, Ibu Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE. mengukuhkan daerahnya sebagai daerah pengembangan keluarga sejahtera yang mandiri melalui pembentukan Posdaya di seluruh desa dan pedukuhan di daerahnya. Deklarasi itu diikuti pelatihan untuk seluruh jajaran SKPD serta perguruan tinggi di daerahnya. SKPD diharapkan memberikan fasilitasi upaya pengembangan Posdaya sebagai wahana untuk pengentasan kemiskinan, sedangkan perguruan tinggi diharapkan bisa memberikan dukungan pengiriman tenaga mahasiswa semester ke 7 dan 8 dalam rangka Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik Posdaya di desa dan pedukuhan.

 Dalam KKN tematik Posaya para mahasiswa terjun mendampingi para pemimpin formal dan seluruh kekuatan pembangunan di setiap desa seperti alim ulama, para sesepuh dan panutan lainnya mempersatukan diri dalam kebersamaan, saling peduli dan berbagi sesamanya. Mereka diajak bekerja sama dan mengolah kekuatan dan bahan baku lokal menjadi pendukung upaya bersama untuk mengatasi kemiskinan di desanya. Ada beberapa gagasan yang muncul dalam masyarakat yang cukup menarik dan menantang. Salah satu gagasannya adalah memberi tanggung jawab kepada keluarga mampu, utamanya yang mempunyai usaha ekonomi, untuk menjadi keluarga angkat dari keluarga miskin yang ada di desanya.

 Melalui sistem keluarga angkat tersebut, keluarga miskin dilatih disiplin untuk bekerja keras sebagai magang dalam usaha keluarganya. Keluarga kaya lain, yang tidak mempunyai usaha, menyumbang modal atau membantu mencicil pinjaman yang diambil keluarga miskin dari bank setempat. Dengan dukungan cicilan itu, keluarga miskin dapat didampingi secara terus menerus oleh keluarga mamapu dalam mengembangkan usaha, karena secara sungguh-sungguh keluarga miskin diambil menjadi anak angkat untuk bekerja dalam usaha yang dilakukan oleh keluarga yang lebih mampu. Keluarga miskin bekerja sebagai magang dengan ikut serta dalam permodalan yang dipinjamkan dari bank. Kesempatan tersebut menjadikan keluarga miskin bukan hanya pekerja, tetapi juga pemilik modal dari usaha bersama yang dibangun dengan keluarga yang lebih mampu. Keluarga miskin memperoleh upah sekaligus bagian dari bagi untung usaha bersama tersebut. (Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Yayasan Damandiri).